Zero Carbon: Apakah Energi Terbarukan dan Teknologi dapat Berkontribusi dalam Netralitas Karbon?

Oleh: Yesi Deskayanti

Netralitas karbon atau zero carbon menjadi misi dunia dan menjadi target yang ambisius dalam upaya mengatasi perubahan iklim global. Zero karbon merupakan kondisi dimana tidak ada lagi emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari aktivitas manusia atau sumber energi, seperti energi fosil, industri, pertambangan dan banyak lagi. Konsep ini di latar belakangi karena darurat perubahan iklim yang dapat merusak lingkungan.

Namun, perkembangan ekonomi global saat ini yang telah dipicu oleh industrialisasi setelah Perang Dunia II dan peningkatan sektor manufaktur telah menghasilkan peningkatan dalam penggunaan energi yang tinggi berakibat pada peningkatan konsumsi energi. Efek rumah kaca telah memperburuk kondisi lingkungan serta memperparah keadaan terkait permasalahan iklim seperti kenaikan air laut, pencairan gletser, dan banyak permasalahan lainnya yang menjadi hambatan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Ambisi Zero Carbon

Pada November 2021 lalu, Pertemuan Konferensi Iklim COP 26 telah dilaksanakan di Glasgow, Skotlandia yang merupakan konferensi terkait iklim terbesar dan terpenting di dunia.  Dalam perjanjian tersebut, negara di dunia sepakat membatasi pemanasan global dengan nilai yang tidak melebihi 2 derajat Celcius dan meningkatkan adanya pendanaan iklim. Abang batas tersebut dinilai cukup besar, namun hal tersebut merupakan satu-satunya jalan yang memang diharapkan dapat mencegah kerusakan akibat bencana iklim. Pembatasan kenaikan dijalankan oleh setiap negara di dunia terutama pemimpin yang hadir pada pertemuan tersebut. Diharapkan 8 tahun ke depan telah terjadi pengurangan emisi karbon dan bertahap untuk mencapai nol emisi.

Selain itu, Negara Indonesia sendiri juga ikut berambisi dalam Net Zero Emission (NZE) dimana Indonesia turut andil dalam kegiatan CPO 26 serta menghadirkan dan mendorong produksi solar ramah lingkungan dari minyak sawit mentah dengan destilasi asam lemak sawit sebagai residu. Hal ini memungkinkan keseluruhan dari proses menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan serta menjadikan produksi solar berbasis CPO menjadi industri ramah lingkungan dan bernilai tinggi.

Apakah memungkinkan?

Berkaitan dengan narasi awalan yang sudah disampaikan sebelumnya terkait sektor manufaktur yang meningkat sehingga peningkatan gas rumah kaca turut naik. Pertanyaan tersebut dirasa mustahil  untuk mencapai zero carbon yang ditargetkan pada 2060 mendatang. Mengingat banyak negara dengan latar belakang manufaktur, antara lain Tiongkok, Inggris, Italia, Jerman, Jepang, Indonesia, Korea Selatan, India, Prancis, dan Amerika Serikat. 

Namun, terdapat penelitian yang menyatakan bahwa sektor manufaktur dan teknologi yang meningkatkan emisi rumah kaca dapat teratasi dengan adanya efisiensi energi dan energi terbarukan yang dapat membantu menurunkan emisi gas rumah kaca dan efek interaktif yang ditimbulkan.

Leave a Reply