Kondisi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Indonesia: Tradisi dan Kearifan Lokal vs Pemerintah

Oleh: Rizal Fadhilah

Kondisi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan sumberdaya hayati yang sangat luas, salah satu sumberdaya tersebut terletak pada sumber daya pesisir dan laut. Untuk menjaga kelestarian sumber daya pesisir dan laut Indonesia, suatu bentuk pengelolaan yang tepat diperlukan. Namun, pada kenyataannya, konsep pengelolaan yang masih digunakan cenderung berbasis pemerintah, yang berarti bahwa pemerintah pusat memiliki otoritas dan kontrol atas sumber daya alam yang ada. Konsep pengelolaan menempatkan pemerintah pusat sebagai pusat pengambilan keputusan dan cenderung bersifat sentralistik. Akibatnya, peran komunitas lokal mulai berkurang, yang mengakibatkan pengelolaan yang tidak efisien, penangkapan berlebihan, konflik kepentingan, kerusakan ekosistem, dan masalah lainnya.

Konsep Pengelolaan Pesisir dan Laut Berdasarkan Masyarakat

Pada dasarnya, pengelolaan sumber daya alam pesisir adalah suatu proses pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat pesisir untuk memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dengan mempertimbangkan prinsip kelestarian lingkungan. Hal tersebut sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang yang ada di Indonesia, seperti UU No 31 Tahun 2004 yang menyebutkan “pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat”. Selanjutnya, Pasal 60 adalah bagian penting dari Undang Undang Perikanan yang mengatur hak masyarakat untuk mengelola sumber daya perairan. Masyarakat memiliki hak untuk mengakses dan mengelola sumber daya perairan tersebut.

Dalam konteks undang-undang tersebut, gagasan tentang pengelolaan sumber daya pesisir dan laut lebih sesuai dengan gagasan tentang pengelolaan sumber daya yang berbasis masyarakat, dengan menghidupkan kembali tradisi masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya yang telah ada sejak lama, yang dikenal sebagai kearifan lokal. Akibatnya, pengawasan terhadap pelaksanaan lokal menjadi lebih efektif dan kuat karena dilakukan secara teratur.

Sebenarnya pengelolaan sumber daya pesisir di Indonesia sudah diberlakukan di beberapa wilayah, sebagai contoh penerapan pengelolaan sumber daya pesisir dengan nama “Tiyaitiki” di Jayapura. Tiyaitiki dapat juga disebut ilmu pengelolaan sumberdaya pesisir yang mengacu pada kearifan lokal dan hasil penelitian pendekatan biologi yang menunjukkan bahwa kualitas perairan masih baik. Tiyaitiki dapat dianggap sebagai ilmu pengetahuan karena kedua alasan tersebut. Tiyaitiki juga menggunakan teknologi untuk mengelola sumber daya alam. Salah satu contoh penggunaan alat tangkap ramah lingkungan

Kemudian di wilayah Lombok Timur juga terdapat tradisi yang dilakukan untuk mengelola sumberdaya pesisir dan laut yang diberi nama “Awig-Awig” dan tradisi “Sasi” di Maluku Tengah. Kedua tradisi tersebut merupakan tradisi turun temurun yang mengandung peraturan tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya alam dengan cara yang ramah lingkungan. Adat ini memiliki aturan, hukum adat, dan sanksi yang disahkan oleh pemerintah melalui organisasi yang sah. Masyarakat sangat menghormati tradisi ini, sehingga mereka akan patuh dan tunduk terhadapnya.

Pada dasarnya pengelolaan sumberdaya pesisir ini memang sudah seharusnya masyarakat memiliki keterlibatan aktif di dalamnya. Karena, masyarakatlah yang memanfaatkan sumber daya tersebut dan mereka pula lah yang harus menjaganya. Semua tradisi yang ada dilakukan dengan cara yang tidak menentang peraturan yang dibuat oleh Pemerintah. Tradisi tersebut harus dipertahankan karena dapat melindungi wilayah dan kelangsungan sumber daya alamnya. Selain itu, tradisi tersebut pula berperan dalam adalah peningkatan produksi dan pendapatan dan juga  pelestarian sumberdaya alam.

Leave a Reply