Oleh : Raffy Revanza Alfarez
Pendahuluan
Bersama dengan negara-negara lain di seluruh dunia, Indonesia telah sepakat untuk bersama-sama melaksanakan berbagai tindakan untuk mengatasi perubahan iklim. Upaya ini mencakup langkah-langkah untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan beradaptasi terhadap perubahan tersebut.
Kesepakatan ini dicatat dalam Persetujuan Paris, yang disepakati oleh 196 negara atau pihak pada 12 Desember 2015 di Konferensi Para Pihak ke-21 tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN Climate Change Conference atau COP21) di Paris.
Sebagai kelanjutan dari pertemuan COP21 ini, negara-negara di dunia menandatangani Persetujuan Paris pada 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Indonesia juga telah mengesahkan Persetujuan Paris ini melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016. Undang-undang tersebut mengakui komitmen Indonesia terhadap United Nations Framework Convention on Climate Change.
Latar Belakang Persetujuan Paris
Kesepakatan Paris ini berasal dari hasil proses industrialisasi besar yang dimulai sejak era revolusi industri. Proses ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan dalam skala yang mengkhawatirkan, termasuk peningkatan drastis suhu permukaan bumi. Peningkatan suhu ini harus dicegah karena berpotensi mengakibatkan dampak negatif yang luas, mulai dari aspek lingkungan, kesehatan, hingga ekonomi.
Oleh karena itu, dalam isi kesepakatan tersebut, terutama pada Pasal 2, dijelaskan bahwa seluruh negara di dunia diharuskan untuk berusaha mengendalikan pertambahan suhu agar tetap berada di bawah 2 0C dari suhu pada masa sebelum revolusi industri. Upaya juga harus terus dilakukan untuk membatasi kenaikan suhu global menjadi tidak lebih dari 1.50C di atas suhu pada zaman pra-industrial.
Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia
Komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini harus dijelaskan dalam dokumen kontribusi yang masing-masing negara buat, yang dikenal sebagai Nationally Determined Contributions (NDC).
Dokumen ini memuat informasi tentang sumbangan pengurangan emisi gas rumah kaca yang diharuskan oleh setiap negara dan kemudian dilaporkan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Dalam kerangka ini, Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah menyusun dan mengajukan dokumen NDC tersebut.
Dalam laporannya, KLHK pada tahun 2017 telah menjelaskan tentang sembilan strategi yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia guna mencapai dan menjalankan sasaran-sasaran yang tercantum dalam dokumen NDC. Laporan KLHK tersebut menguraikan bahwa terdapat sembilan program dan strategi implementasi NDC, yaitu:
- Membangun keterlibatan dan komitmen dari berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga lain, Pemerintah Daerah, sektor swasta, masyarakat sipil, lembaga keuangan, dan entitas lain yang relevan.
- Meningkatkan kapasitas dalam bentuk penguatan struktur institusi dan peningkatan keahlian sumber daya manusia.
- Menciptakan lingkungan yang mendukung, termasuk mengidentifikasi dan menyusun peraturan hukum yang berkaitan dengan perubahan iklim.
- Membangun kerangka kerja dan jaringan komunikasi dengan berbagai sektor atau pelaku yang terkait.
- Mengimplementasikan Kebijakan Satu Data Gas Rumah Kaca, yang mencakup SIGN SMART, SRN, dan aplikasi lainnya.
- Merumuskan kebijakan, rencana, dan program intervensi yang meliputi upaya mitigasi dan adaptasi.
- Menyusun panduan implementasi NDC yang dapat dijadikan acuan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, verifikasi, dan evaluasi terhadap sasaran NDC.
- Melaksanakan NDC berdasarkan rencana dan program intervensi yang telah disusun.
- Memantau dan mengevaluasi implementasi NDC.
Pendanaan Pencegahan dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia
Guna mencapai tujuan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030, pemerintah, yang diwakili oleh KLHK, telah mengidentifikasi kebutuhan dana yang diperlukan, terutama untuk tindakan mitigasi. Kebutuhan dana ini dijelaskan dalam dokumen Biennial Update Report (BUR) yang disusun setiap dua tahun sekali.
KLHK baru-baru ini telah mengajukan laporan BUR terbaru, yang dikenal sebagai Third Biennial Update Report (Third BUR), kepada UNFCCC. Menurut informasi dari Third BUR ini, KLHK pada tahun 2021 telah menyampaikan bahwa jumlah total dana yang dibutuhkan mulai dari tahun 2018 hingga 2030 untuk melaksanakan tindakan mitigasi guna mencapai target pengurangan emisi GRK adalah sebesar USD 281 miliar, setara dengan sekitar Rp 4.002,4 triliun dalam mata uang rupiah dengan nilai tukar Rp 14.250 per USD.
Dapat dilihat bahwa kebutuhan dana untuk mencegah dan memitigasi bencana alam yang diakibatkan oleh perubahan iklim di Indonesia sangatlah besar. Keuangan negara yang sekarang melalui APBN belum cukup untuk mengalokasikan jumlah tersebut. Oleh karenanya, Langkah pencegahan untuk memperlambat risiko kerusakan alam akibat perubahan iklim perlu dilakukan sesegera mungkin.