Oleh: Fenyawati Akhmad
Pulau Enggano berada di Perairan Samudera Hindia yang secara administratif termasuk dalam Provinsi Bengkulu. Pulau ini dikenal sebagai kawasan pulau-pulau kecil yang memiliki potensi utama sumber daya hayati pesisir dan laut yang bernilai tinggi seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, lamun, rumput laut, dan sumber daya perikanan. Dengan adanya potensi sumber daya yang besar tentunya dibutuhkan pengelolaan yang baik agar pemanfaatannya sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan, Keputusan Bupati Bengkulu Utara Nomor 175 Tahun 2014 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Enggano telah ditetapkan untuk pengembangan kawasan ini.
Potensi Sumberdaya Wilayah Pesisir
Ekosistem mangrove menjadi salah satu sumber daya hayati di kawasan ini yang memiliki luas kisaran 141.478 km2 dengan berbagai jenis di dalamnya. Baiknya, kondisi ekosistem mangrove di Pulau Enggano hingga saat ini masih terjaga dengan baik. Pemanfaatan yang mengedepankan kelestarian masih dilakukan hingga saat ini. Selain mangrove, terdapat juga ekosistem terumbu karang yang kondisinya didominasi kategori sedang. Meskipun terdapat kawasan yang termasuk kategori buruk. Kerusakan dapat terjadi akibat faktor manusia dan juga faktor alam.
Terdapat juga komunitas padang lamun di kawasan Pulau Enggano ini yang memiliki peran penting yaitu sebagai tempat peminjahan, tempat berlindungnya ikan ikan kecil, dan sebagainya. Ikan yang menjadi hasil utama perairan menjadi salah satu potensi yang besar untuk meningkatkan perekonomian disini. Selain sumber daya tersebut, kawasan Pulau Enggano juga dimanfaatkan sebagai obyek wisata bahari.
Permasalahan dan Kelembagaan
Berbagai upaya pengelolaan tertunya menghadapi berbagai ancaman. Pengelolaan wilayah pesisir umumnya berhadapan dengan berbagai permasalahan yang bersifat kompleks. Sehingga pengelolaannya harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam dan harus mempertimbangkan faktor ekologi ekosistem di wilayah pesisir.
Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun secara langsung/tidak langsung memberikan tekanan terhadap wilayah konservasi Pulau Enggano ini. Kebutuhan penduduk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, pembangunan, pemukiman, lahan, dan kebutuhan sosial tampak jelas sebagai tekanan. Mayoritas penduduk yang bekerja sebagai petani dan nelayan memberikan dampak tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. Adanya hal tersebut perlu mendapat perhatian agar kondisi terumbu karang tidak semakin rusak.
Illegal fishing yang sudah menjadi masalah umum juga menjadi ancaman di kawasan ini. Penangkapan ikan secara illegal dilakukan oleh kapal-kapal penangkapan dari wilayah lain di Indonesia maupun kapal-kapal asing. Selain itu, kawasan ini memiliki sumberdaya penyu yang cukup potensial terancam kelestariannya akibat penangkapan guna keperluan acara adat-budaya di masyarakat.
Perlindungan ekosistem wilayah pesisir Pulau Enggano selama ini dilakukan melalui kesepakatan adat dan budaya masyarakat. Dalam artian, belum ada lembaga formal yang mengelola berbagai potensi ini. Terbatasnya sumber daya manusia dan minimnya upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan personil serta terbatasnya fasilitas pendukung menjadi salah satu penyebabnya kawasan ini belom dikelola secara profesional.
Rencana Pengelolaan
Arah kebijakan pengelolaan KKPD Pulau Enggano secara garis besar untuk pemanfaatan kegiatan pariwisata dan perikanan berkelanjutan. Pada RPTJM, target pengelolaan KKPD Pulau Enggano adalah telah memiliki mekanisme pendanaan sendiri, target lainnya adalah terciptanya berbagai kegiatan usaha yang berkolerasi dengan pengelolaan dan berdampak positif meningkatkan ekonomi masyarakat setempat. Ditetapkan 3 strategi utama untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan KKPD yaitu Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan, Penguatan Pengelolaan Potensi dan Sumberdaya KKPD, serta Penguatan Sosial, Ekonomi, dan Budaya. Lokasi KKPD ditetapkan dari ujung Utara Pulau Enggano yaitu Desa Banjarsari dan Ujung Selatan yaitu Desa Kahyapu
Upaya dalam pengelolaan kawasan konservasi tentunya tidak mudah. Kontribusi dari berbagai pihak sangat diperlukan di sini. Berbagai keterbatasan, permasalahan, dan kurangnya pengetahuan dan keaktifan masyarakat dalam pengelolaan menjadi isu utama yang perlu diselesaikan.