Kerusakan Hutan Rawa Gambut : Potensi, Permasalahan, dan Kebijakan Pengelolaan yang Diperlukan

Oleh: Fenyawati Akhmad

Indonesia memiliki luas lahan rawa gambut yang cukup besar dengan total 26,5 juta Ha. Namun, laju deforestasi mencapai 2,83 juta hektar/tahun pada periode 1997 – 2000. Lahan rawa sendiri merupakan lahan yang mempunyai air tanah yang dangkal dimana sepanjang tahun selalu basah. Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara sistem daratan dan perairan, mencakup pula peralihan antara darat dan laut, dan lahan kering serta sungai besar. Lahan peralihan antara darat dan laut disebut lahan pasang surut yang  mencakup zona mangrove.

Lahan rawa gambut adalah suatu ekosistem yang unik dan rapuh. Selain terdapat gambut dengan ukuran 25 cm – 15 m, terdapat pula flora dan fauna yang bervariasi di lahan gambut ini. Peran lahan ini sangatlah penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan hidup, seperti sebagai reservoir air, rosot, dan carbon storage

Potensi Hutan Rawa Gambut

Rawa gambut memiliki kekayaan flora dan fauna yang memiliki banyak jenis pohon dimana memiliki nilai komersial yang tinggi. Hasil non kayu seperti getah, lateks, kulit pohon yang memiliki zat ekstraksi juga berguna untuk obat-obatan. Di masa depan, nilai ekonomi dari zat bioaktif ini bahkan lebih tinggi dari kayunya. Selain itu, pada hutan rawa gambut yang ketebalannya dalam, terdapat fitoplankton Cosmarium sp dan Peridium sp yang hanya terdapat di ekosistem air hitam ini. Di hutan rawa gambut Sumatera juga ditemukan ikan dewasa yang terkecil didunia dengan panjang 8,5 mm yang saat ini berada di National History Museum.

Permasalahan

Dalam upaya pengembanagannya, rawa gambut memiliki banyak masalah sebab banyak hal yang perlu dipertimbangan dalam usaha pengembangannya. 10 juta hektar hutan rawa gambut telah diusahakan oleh puluhan konsesi sejak tahun 1970an. Namun, hingga saat ini, kurang dari 3 HPH yang masih beroperasi. Asumsi peneliti bahwa pohon yang ditinggalkan akan tumbuh lagi dengan baik nantinya. Sedangkan faktanya sekarang menununjukkan hutan rawa gambut logged-over area banyak mengalami kerusakan.

Akibat dianggap banyak lahan yang terdegradasi, banyak pengajuan untuk pengembangan kelapa sawit di lahan gambut ini. Padahal, eksistensi dari dari rawa gambut ini sangat terancam apabila dikonversi menjadi kepentingan lain. Biodiverisity yang menurun serta spesies langka yang menuju kepunahan. Selain itu, sebenarnya banyak lahan gambut yang tidak cocok untuk pengembangan kelapa sawit

Untuk mempertahankan kelestariannya, disamping menjaga juga perlu dilakukan rehabilitasi dan pengembangan lahan rawa gambut ini. Seperti mengacu pada Keppres 80 Tahun 1999 tentang Pedoman Perencanaan Pengembangan Lahan Gambut eks PLG di Kalimantan Tengah, lahan dengan ketebalan gambut >3 m yang merupakan kawasan konservasi yang harus dijaga kelestariannya sehingga fungsi ekologisnya tetap terjaga. Tindakan untuk rehabilitasinya dapat dilihat dari penyebab awalnya. 

Pengelolaan secara bijaksana perlu dilakukan dengan berbagai pertimbangan seperti aspek sosial, ekonomi, dan budaya, maupun fungsi ekologi nya. Diharapkan tidak ada lagi konversi lahan rawa gambut untuk kepeningan lain sebagai upaya mempertahankan kelestarian fungsi ekologis dan tentunya lingkungan hidup. Tidak hanya lahan dengan ketebalan >3 m yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Namun kawasan gambut dangkal juga perlu ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Leave a Reply