Peninjauan Hukum UU KSDA bagi Keberlanjutan Ekosistem

Oleh: Annaura Jasmine S. R.

Untuk menjaga keberlangsungan kekayaan akan biodiversitas yang ada di Indonesia tentu harus dilindungi dengan beragam cara, salah satunya adalah perlindungan secara hukum. Khususnya bagi satwa langka, pemerintah berupaya untuk melindungi populasi melalui beragam kebijakan, diantaranya:

  1. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDA)
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Aturan-aturan tersebut dirancang sedemikian rupa, atas evaluasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang baik dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara mulai memperhatikan fungsi lingkungan yang berkelanjutan.

Hadirnya UU KSDA merupakan hasil evaluasi dari maraknya kasus penyelundupan satwa. Ditambah tingginya aktivitas perdagangan satwa pun mendorong tingkat kejahatan terhadap satwa langka yang ada di Indonesia. Berangkat dari kasus-kasus tersebut, pemerintah membentuk UU KSDA sebagai langkah perlindungan hukum secara tertulis terhadap satwa langka yang sudah jelas dilindungi. Masifnya eksploitasi terhadap satwa langka ini muncul akibat hadirnya kesempatan yang pada akhirnya sekecil dan sesempit apapun kesempatan tersebut, tetap akan dimanfaatkan oleh pelaku.

Selain itu faktor ekonomi pun mendorong pelaku untuk mengambil kesempatan terlarang tersebut. Seperti halnya banyak oknum yang memanfaatkan kawasan terpencil untuk melakukan perburuan dan penjualan satwa langka. Seperti yang pernah disebutkan oleh Direktur Profauna Indonesia, perdagangan satwa langka membutuhkan modal yang sangat kecil namun keuntungannya bisa sangat besar. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa masih banyak dan akan selalu banyak oknum tak bertanggung jawab yang memanfaatkan kekayaan SDA untuk kepentingan pribadi.

Tinjauan Hukum UU KSDA

UU KSDA dibentuk sebagai upaya pemerintah untuk melindungi satwa langka melalui jaminan terpeliharanya ekologis dan sumber daya genetik yang dapat menunjang kelangsungan hidup bahkan pembangunan. Jika harus mengkorelasikan kehadiran ragam satwa dengan kehidupan manusia, kita berada di satu ekosistem. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PLH), bahwasanya tujuan akhir dari semua ini adalah untuk melindungi manusia dari dampak lingkungan hidup melalui pengendalian pemanfaatan sumber daya yang tepat.

UU KSDA sebagai perlindungan hukum mengandung poin-poin akan larangan yang disertai sanksi hukum.  yang perlu diperhatikan dari Pasal 21 Ayat 2 UU KSDA adalah mengenai larangan untuk:

  1. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
  2. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
  3. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia
  4. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia
  5. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi

Dengan ini, pemerintah sudah berupaya untuk melindungi satwa langka, baik sebelum terjadinya penyelundupan, hingga ketika terjadinya kasus tersebut. Namun, sejauh ini berkaitan dengan pengawasan tindak pidana penyelundupan dan perdagangan satwa masih belum diatur.

Jika dikorelasikan dengan adanya UU PLH, dengan tujuan yang dimiliki UU KSDA, sejauh ini UU tersebut masih tergolong gagal untuk melindungi satwa langka, padahal berdasarkan pertimbangan UU KSDA, seharusnya aturan tersebut menjamin terpeliharanya proses ekologis dan menjadi terpeliharanya keanekaragaman genetik. Dalam konteks ini, UU KSDA seharusnya dapat hadir dan berperan sebagai penyangga dan penunjang dalam keberlangsungan manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal tersebut karena makhluk hidup yang disebut dalam UU juga berarti populasi manusia. Sejauh ini kasus-kasus yang terjadi dinilai mengancam manusia karena berdasarkan teori ekosistem, adanya ketidakseimbangan ekosistem akan membuat lingkungan hidup menjadi tidak seimbang dan tidak stabil. Sehingga, ekosistem yang dimaksud, yang merupakan kesatuan utuh untuk membentuk lingkungan, gagal untuk menjalankan fungsinya dan “perlindungan satwa langka” merupakan suatu jaminan akan kestabilan ekosistem dan lingkungan hidup untuk satwa itu sendiri dan masyarakat.

UU KSDA dalam Perspektif Teori Perlindungan Hukum

Banyaknya kasus akan perdagangan dan penyelundupan satwa menunjukkan ketidakselarasan tujuan perlindungan hukum yang dicetuskan oleh Wahyu Sasongko. Dalam teorinya, disebutkan bahwa tujuan dari perlindungan hukum salah satunya bertujuan untuk terjadinya penegakan hukum. Dalam hal ini, penegakan hukum tidak tercapai dalam konteks yang luas, dimana siapa saja yang melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan harus didasarkan oleh peraturan hukum. Hal ini karena dalam kasus penyelundupan, penegakan hukum khususnya hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi hukum telah dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Akan tetapi, hingga kini, masyarakat masih belum menaati hadirnya UU KSDA di tengah tatanan hukum negara ini.

Upaya Pemerintah dalam Menanggapi Pelanggaran UU KSDA

Beragam upaya sudah dilakukan pemerintah sebagai langkah perlindungan bagi kasus yang terus bertambah ini. Sebagai langkah perlindungan hukum, upaya resesif, sudah dilakukan pemerintah dan berhasil menggagalkan banyak kasus berkaitan dengan eksploitasi satwa langka. Namun, upaya resesif belum cukup untuk menghentikan kasus yang bentuk kesempatannya sangat banyak. Sebagaimana disebutkan oleh Philipus, Az Nasution, dan Muchsin, bahwa perlindungan hukum dibagi menjadi preventif dan resesif sehingga perlindungan preventif tak kalah penting untuk di konsiderasi. Upaya preventif seharusnya menjadi langkah pertama yang seharusnya diambil oleh pemerintah, karena efektivitas upaya represif khususnya penjatuhan sanksi pidana untuk efek jera dipertanyakan. Hal ini pula mempertimbangkan bahwa aturan hukum pidana menganut asas legalitas. Upaya preventif menjadi upaya pencegahan terjadinya dampak atau sebagai rambu-rambu bagi masyarakat dalam melakukan tindakan. Sehingga di sini, kolaborasi akan ragam bentuk langkah penyelesaian, harus dipertimbangan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah modern yang semakin menciptakan celah-celah kejahatan baru.

Perlindungan hukum berdasarkan hadirnya UU KSDA dapat diwujudkan melalui upaya preventif dan represif. Namun, aturan tersebut masih belum mencapai tujuan perlindungan hukum yang maksimal. UU KSDA pun masih belum bisa mencapai tujuan yang sesuai dengan yang diatur dalam UU PLH, mengetahui bahwa UU KSDA datang dari adanya UU PLH yang seharusnya dapat menjamin keseimbangan ekologis lingkungan dan kesejahteraan manusia serta satwa yang ada. Upaya-upaya yang sudah dilakukan masih belum bisa memberikan jaminan kepastian perlindungan hukum. Dalam hal ini dibutuhkan komitmen dan ketegasan dari aparat penegak hukum dan pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi satwa yang ada.

Leave a Reply