Oleh: Jasmine Puteri Pertama
Kawasan Konservasi Perairan merupakan kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungan secara berkelanjutan. Selain itu, kawasan konservasi perairan adalah bentuk upaya pengelolaan atau konservasi ekosistem untuk melestarikan, melindungi, dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada waktu sekarang dan yang akan datang serta mengurangi risiko eksploitasi berlebih.
Salah satu ekosistem yang termasuk dalam zonasi kawasan konservasi perairan adalah terumbu karang. Saat ini, terumbu karang sudah mengalami degradasi dan kondisinya sangat mengkhawatirkan. Secara garis besar, kondisi tersebut timbul oleh faktor alam dan antropogenik. Data kerusakan ekosistem terumbu karang akibat aktivitas manusia diantaranya dapat dalam bentuk pencemaran limbah, penangkapan ikan memakai bom, penggunaan potasium sianida, dan peralatan yang bersifat destruktif, sama seperti overfishing dan aktivitas turis yang tidak bersahabat. Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, menyebutkan bahwa 70% terumbu karang Indonesia dalam kondisi rusak dan hanya 30% dalam kondisi baik.
Terumbu Karang di Kawasan Konservasi Perairan Morowali
Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Morowali merupakan kawasan konservasi yang memiliki hamparan terumbu karang yang begitu luas dan tersebar merata di sepanjang wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil tersebut. Posisi strategis perairan Sulawesi Tengah dalam hal ini Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Morowali yang berada di segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle) menjadikan wilayah ini sebagai pusat keanekaragaman hayati laut yang tak ternilai harganya. Pada tahun 2019 dilakukan penetapan kawasan konservasi perairan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52/KEPMEN-KP/2019 tentang Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Morowali, Morowali Utara, dan Perairan Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah.
Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kerusakan ekosistem terumbu karang sudah mendominasi di Indonesia, begitupun di kawasan konservasi perairan Morowali. Komponen penyusun terumbu karang di kawasan konservasi perairan Morowali umumnya didominasi oleh tutupan karang mati sehingga terumbu karang di kawasan ini berada dalam kategori rusak. Banyak nelayan yang sadar akan bahaya menangkap ikan menggunakan bahan peledak karena dapat merusak lingkungan (kawasan konservasi). Namun, dengan perspektif bahwa kebijakan konservasi dengan tidak menggunakan bahan peledak akan mengurangi hasil tangkapan ikan, kerusakan sumber daya pun tidak diindahkan lagi.
Dalam kata lain, aktivitas pemanfaatan di kawasan konservasi dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem terumbu karang dan ikan. Kerusakan habitat terumbu karang menyebabkan hilangnya habitat ikan dan beberapa biota lainnya. Kondisi tersebut lagi-lagi diakibatkan oleh aktivitas pengeboman dan potassium terutama di zona inti yang menyebabkan terdegradasinya habitat, mengancam populasi ikan dan rekrutmen karang. Selain itu, proses pemulihan ekosistem yang begitu lama membuat sumber daya perikanan kian menurun secara drastis.Kawasan konservasi perairan Morowali dapat berjalan secara optimal apabila didukung dengan pengelolaan yang efektif berdasarkan pemantauan (monitoring) kondisi ekosistem pesisir-laut serta kondisi sosial budaya masyarakat yang dilakukan secara berkala tiap tahunnya. Menyinggung kembali bahwa rusaknya keanekaragaman hayati sebagian besar disebabkan oleh perilaku manusia, dengan demikian perilaku manusia harus diperbaiki dengan memperluas pengetahuan dan keterampilan agar daerah konservasi tidak semakin mengkhawatirkan. Dalam melakukan upaya konservasi sangat penting melibatkan pemantauan, pendidikan, perlindungan, dan peraturan yang ketat untuk memulihkan dan memelihara kelestarian terumbu karang di kawasan perairan Morowali.