Oleh : Annaura Jasmine S. R.
Fokus akan kebijakan pembangunan harus mengedepankan beragam dimensi untuk mensejahterakan masyarakat, bangsa, dan juga negara. Salah satu dimensi tersebut adalah untuk memperhatikan pemerataan dan kewilayahan khususnya wilayah pinggiran seperti area daerah kepulauan. Daerah kepulauan merupakan provinsi kepulauan yang memiliki wilayah laut lebih luas dari area daratannya, di dalamnya terdapat pulau-pulau yang termasuk ke dalam bagian pulau yang membentuk gugusan pulau. Dikatakan dalam Pasal 14 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Percepatan Pembangunan Daerah Kepulauan bahwa pembangunan ekonomi daerah kepulauan dilakukan sebagai langkah untuk menyeimbangkan pengelolaan Sumber Daya Alam dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan terciptanya keseimbangan antar daerah gugusan pulau.
Saat ini regulasi yang mendasari pembangunan daerah kepulauan masih dipertanyakan, ditambah dengan terbatasnya infrastruktur dan perhubungan yang dapat menjembatani aktivitas ekonomi pulau-pulau besar dan kecil, hal lainnya adalah terbatasnya pengelolaan pemberdayaan Sumber Daya Alam. Salah satu sektor pada daerah kepulauan yang masih perlu perhatian agar potensinya dapat dimaksimalkan guna kepentingan bersama adalah sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan industri terbesar dan potensial dalam pembiayaan ekonomi pemerintahan daerah guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai upaya untuk mendorong otonomi daerah. Sektor ini juga telah banyak berkontribusi terhadap perkembangan devisa negara, salah satunya pada tahun 2022, dimana pendapatan devisa pariwisata indonesia mencapai US$4,26 miliar. Nilai tersebut melonjak sebesar 769,39% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) semakin antusias untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan ditargetkannya devisa sektor pariwisata mencapai US$2,07 miliar hingga US$5,95 miliar di tahun 2023. Namun, akankah target tersebut memperhatikan sektor pariwisata pada daerah kepulauan?
Pengelolaan Objek Wisata di Kepulauan Siau
Berbicara mengenai pengembangan sektor pariwisata, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro adalah kawasan dengan objek pariwisata yang potensial. Namun, potensi dan prospek pengembangannyabelum mendapatkan perhatian yang baik. Pasalnya, pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Sitaro belum sepenuhnya mengarah pada pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur budaya dan pariwisata. Masih diperlukan adanya evaluasi dan pemantauan untuk meninjau tingkat keberhasilan program dalam pembangunan kepariwisataan nasional.
Pengelolaan sektor pariwisata di Kabupaten Sitaro merupakan tanggung jawab dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kepulauan Sitaro. Sejauh ini telah dilakukan pengelompokkan klasifikasi objek wisata, namun wisata bahari dinilai masih banyak yang belum dikelola dengan baik, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Akibat manajemen pengelolaan yang belum maksimal, dukungan kebijakan akan anggaran yang digunakan juga masih perlu dibenahi, sebagai daerah otonom, Kabupaten Sitaro masih belum memfokuskan prioritas pada pembangunan industri pariwisata. Adapun beberapa hambatan akan pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Sitaro yaitu:
Pertama, belum efektifnya regulasi sebagai upaya efektivitas pengembangan dan pengendalian pembangunan pariwisata. Sehingga dituntut hadirnya peraturan terhadap fungsi pelaksanaan yang lebih optimal dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata daerah
Kedua, kurangnya sarana dan prasarana pariwisata sehingga potensi akan adanya sarana representatif yang dapat menjadi daya tarik tersendiri tidak dimanfaatkan dengan baik.
Ketiga, kurangnya koordinasi dan keterpaduan program antar stakeholder maupun sektor terkait. Dalam hal ini, keterlibatan stakeholder dinilai kurang terutama untuk kepentingan pengembangan suatu kawasan. Selain itu jaringan hubungan kemitraan berbasis kerakyatan pun belum optimal, sehingga masih dibutuhkan penanganan pihak stakeholder secara profesional agar dapat membangun pengembangan dengan pola pikir sinergi untuk membangun pariwisata daerah
Keempat, kurangnya kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia pariwisata yang profesional. SDM yang seharusnya menjadi variabel vital dalam pengelolaan sektor pariwisata, berdampak pada kualitas human resources yang dinilai kurang dan belum sesuai secara kuantitas maupun kualitas terutama di lapangan
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Kepariwisataan Nasional bahwa kepariwisataan merupakan seluruh kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antar wisatawan dan masyarakat setempat. Sektor pariwisata dapat mendorong pemerataan, menciptakan lapangan kerja, merangsang pertumbuhan industri pariwisata, hingga memicu pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, seharusnya terdapat sinergi antar banyak pihak yang bertanggungjawab dalam upaya pengembangan pariwisata agar dapat diberikan perhatian lebih, baik secara fasilitas maupun regulasi yang terkait.
Kepulauan Siau hanyalah satu dari sekian banyak daerah kepulauan yang memiliki banyak potensi namun belum bisa digali secara maksimal karena kurangnya pengelolaan dan dukungan dari berbagai hal termasuk kebijakan. Pemerataan pembangunan menjadi perhatian dalam kasus seperti ini dan harus ditindaklanjuti dengan menghadirkan pembuatan regulasi melalui UU yang dapat mendorong pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. Masih terdapat sektor lain yang masih mengalami kasus serupa, jika pemerintah dapat menyeimbangkan perencanaan pembangunan, akan banyak daerah kepulauan yang bisa digali potensinya secara maksimal guna mensejahterakan masyarakat setempat juga bagi rakyat Indonesia.