Curhat Nelayan dengan Naiknya Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi, KKP Gandeng BUMN untuk Permudah Nelayan

Oleh: Raffy Revanza Alfarez

Pemerintah secara resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada hari Sabtu (03/09/2022). Sebagai informasi, harga untuk Pertalite per liternya naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Kebijakan baru tersebut berimbas kepada mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Kenaikan harga BBM dirasakan secara langsung maupun tidak langsung terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat sehari-hari. Salah satu bidang yang terdampak secara langsung dengan kebijakan baru tersebut adalah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan tradisional.

Mayoritas nelayan di Indonesia merupakan nelayan tradisional yang mengandalkan mesin motor sederhana untuk bisa mencari tangkapan ikan ke tengah laut. Mesin-mesin tersebut tentunya mengadalkan BBM untuk bisa digunakan. Sayangnya, harga BBM bersubsidi kini sudah dinaikkan oleh pemerintah dengan berbagai alasan. Menurut penuturan salah seorang nelayan tradisional di Pangandaran, Jawa Barat, Uhan, mengatakan bahwa pembelian BBM bersubsidi kini juga terhalang oleh regulasi baru “Udah mah kita rakyat kecil, harga pertalite naik, sekarang kalau harus beli BBM harus ke SPBU dengan surat rekomendasi dari Dinas KKP Pangadaran, ripuh (repot)”, pungkasnya (https://kkp.go.id/artikel/48703-kkp-gandeng-kementerian-bumn-dan-pertamina-permudah-akses-bbm-bersubsidi-untuk-nelayan).

Dengan carut marutnya akibat permasalahan kenaikan harga BBM bersubsidi, KKP menggandeng salah satu kemitraan BUMN yakni anak usaha PT Pertamina, yaitu PT Pertamina Patra Niaga dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak bersubsidi bagi para nelayan tradisional Indonesia. Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, sesuai menandatangani kesepakatan kerja sama mengatakan bahwa kebutuhan bahan bakar nelayan terhitung mencapai 3.4 juta kilo per tahunnya. “Pendistribusian BBM bersubsidi harus tepat sasaran dan tidak boleh terjadi pemborosan, penyaluran BBM bersubsidi akan diatur dalam pembagian zona penangkapan ikan di Indonesia.”

Di akhir kesempatan perjanjian tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Kementerian BUMN yang diwakili oleh Erick Thohir mempertegas bahwa sinergi kedua kementerian ini adalah langkah awal untuk mendorong produktivitas nelayan Indonesia dalam rangka mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Langkah positif ini perlu dilakukan secara konsisten dan dalam pengawasan yang tepat. Selain itu, regulasi yang dilakukan juga harus dirasa mudah bagi nelayan-nelayan tradisional nanti. Jangan sampai apa yang disampaikan Uhan, nelayan tradisional di Pangandaran, masih terjadi setelah kerja sama ini resmi dijalankan. 

#MCPRDailyNews

Leave a Reply