Oleh: Bayu Maulana Faisal
Landas Kontinen dalam definisinya meliputi dasar laut beserta tanah yang ada di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga 200 mil laut dari garis pangkalnya. Potensi yang dimiliki wilayah landas kontinen umumnya digunakan dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam. Indonesia, memiliki landas kontinen sampai kedalaman 200 meter atau lebih sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 mengenai Perairan Indonesia. Kegiatan eksplorasi dan eksploitasi meliputi mencari, menemukan, dan menghasilkan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah yang telah ditentukan. Untuk mendukung kegiatan ini, tentunya daya dukung yang perlu disiapkan guna mempermudah pengerjaan dengan meminimalisir biaya adalah dengan membangun instalasi pertambangan lepas pantai. Instalasi ini didirikan di lepas pantai untuk melaksanakan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Namun tidak selamanya pendirian instalasi lepas pantai selalu digunakan, berdasarkan data dari SKK Migas yang menyatakan bahwa di perairan Indonesia terdapat sekitar 389 instalasi lepas pantai yang harus segera dilakukan pembongkaran karena telah mendekati masa akhir produksinya. Hal ini selaras dengan pengertian bahwa instalasi tidak terpakai merupakan bangunan yang sudah tidak lagi digunakan.
Dengan kebutuhan masyarakat akan ketersediaan minyak dan gas bumi, menarik perhatian untuk ditelaah lebih dalam dalam pola pikir keberlanjutan ekosistem. Lalu muncul satu isu mengenai bagaimana instalasi lepas pantai yang tidak terpakai di laut akan diperhatikan selaras dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak dan gas bumi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Terkait permasalahan ini, telah dibahas pada pasal 60 ayat (3) Konvensi 1982, yang menyatakan bahwa negara pantai yang membangun instalasi di landas kontinen memiliki kewajiban untuk memberikan informasi mengenai letak instalasi dan membongkar yang tidak lagi digunakan sebagaimana tujuan awalnya dibangun. Kini, terdapat lebih dari 9.000 instalasi lepas pantai yang tersebar di seluruh dunia, salah satu wilayah yang ramai adalah Asia Tenggara. Dengan di wilayah Indonesia sendiri saja telah banyak jumlah instalasi yang disinyalir akan habis masa produksinya kemudian menjadi tidak terpakai lagi, ada baiknya penyelesaian isu tersebut mengacu kepada ketentuan hukum internasional.
Konvensi Landas Kontinen 1958
Berdasarkan Pasal 5 ayat (5) Konvensi 1958, menyatakan bahwa setiap pembangunan instalasi harus dilakukan pemberitahuan dan diberikan tanda permanen sebagai peringatan akan keberadaan instalasi tersebut. Selanjutnya dituturkan, bahwa setiap instalasi yang ditinggalkan atau tidak digunakan lagi harus dilakukan pembongkaran sepenuhnya. Sejak tahun 1964, konvensi ini telah diratifikasi oleh 55 negara dan berlaku secara yuridis. Namun penjelasan terkait “Sepenuhnya” masih sangat tidak jelas. Apabila dilihat secara teknis, untuk membongkar instalasi lepas pantai akan sangat sulit dilakukan dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dengan penerangan “Pembongkaran sepenuhnya” beserta arti ambigu, kelak di kemudian hari akan menimbulkan kesulitan. Kemudian hal yang dirasa paling mencolok adalah munculnya kepentingan ekonomis untuk serta merta menekan biaya pembongkaran instalasi, meskipun pada dasarnya kepentingan utama pembongkaran instalasi adalah kepentingan lingkungan sehingga kelestarian laut tetap terjaga.
Konvensi Hukum Laut 1982
Berbeda dengan Konvensi Landas Kontinen 1958, pada konvensi hukum laut 1982 dijelaskan lebih spesifik, sebagaimana tertuang pada Pasal 60 ayat (3). Dengan penjelasan sebagai berikut :
- Kewajiban yang diserahkan kepada negara pantai untuk menjamin keselamatan pelayaran dengan mematuhi aturan – aturan International Maritime Organization (IMO);
- Aspek perikanan dan lingkungan laut secara keseluruhan perlu menjadi perhatian bagi negara pantai;
- Perizinan yang dilakukan oleh negara pantai untuk memperbolehkan negara – negara lain untuk memasang pipa dan kabel bawah laut disertai ketentuan yang diberikan oleh negara pantai guna menjaga hak nya dalam kegiatan eksploitasi kekayaan alam.
IMO Guidelines
Menurut IMO Guidelines, negara pantai memiliki aturan yang merujuk kepada dasar pelaksanaan pembongkaran sebagian. Selanjutnya, instalasi yang tidak terpakai lagi harus untuk dilakukan pembongkaran, kecuali terdapat hal – hal yang mengizinkan instalasi tersebut tetap pada posisi semula atau hanya dilakukan pembongkaran sebagian. Serta menekankan kepada negara pantai untuk memasang rambu pengaman di wilayah instalasi tidak terpakai berada.
Gambaran Perubahan Instalasi Tidak Terpakai Menjadi Terumbu Karang Buatan
Sumber : Penulis
Dengan adanya aturan internasional tersebut, Pemerintah Indonesia perlu menerapkan alternatif untuk dapat menjadikan instalasi tidak terpakai ini menjadi keuntungan. Terlebih biaya pembongkaran akan meraup keuangan Indonesia dengan jumlah yang besar. Meskipun diperlukan untuk dilakukan pembongkaran, beberapa negara telah mengubah instalasi tidak terpakai menjadi terumbu karang buatan. Selain menjadi penanganan yang tidak memerlukan ongkos yang besar, hal tersebut menjadi langkah dari pemerintah untuk menjaga kelangsungan ekosistem laut.