Oleh: Alfianu Adhi Riztiawan
Sebagai perwujudan dari kepastian hukum terhadap wilayah laut negara dan wilayah internasional, juga menentukan hak dan kewajiban negara dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang terdapat di wilayah laut, baik yang berada di perairan, dasar laut, dan wilayah lainnya maka ditetapkanlah United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Pengaturan pengelolaan dalam UNCLOS 1982 mengenai pengelolaan dasar laut lebih ditujukan kepada pengaturan di luar yurisdiksi negara, dikarenakan pengaturan pengelolaan dasar laut di bawah laut teritorial, perairan pedalaman dan perairan kepulauan yang berada di bawah kedaulatan negara dan juga satu kesatuan pengaturan di bawah rezim hukum laut teritorial serta perairan kepulauan. Berbeda dengan pengaturan mengenai landas kontinen, hal tersebut diatur dalam rezim hukum tersendiri.
Dalam UNCLOS 1982, menentukan wilayah dasar laut dikategorikan menjadi 3 (tiga) rezim yang diantaranya:
- Dasar laut yang berada di bawah laut teritorial dan perairan kepulauan tunduk pada ketentuan tentang laut teritorial yang diatur dalam BAB II Pasal 2 – Pasal 16, perairan pedalaman (Pasal 8), dan perairan kepulauan (BAB IV Pasal 46 – Pasal 54).
- Dasar laut yang tunduk dan berada di bawah yurisdiksi negara.
- Dasar laut yang berada di luar yurisdiksi negara atau disebut Area Dasar Laut Internasional (International Sea Bed Area) yang diatur dalam BAB XI Pasal 172 – Pasar 191.
Dasar laut yang berada di luar yurisdiksi negara dalam UNCLOS 1982 ditetapkan bahwa dasar laut internasional yang tunduk kepada ketentuan internasional merupakan warisan bersama (dicadangkan bagi generasi yang akan datang), artinya tidak ada satu negara yang berhak mengelola area dasar laut internasional, kecuali untuk kepentingan-kepentingan kemanusiaan dan pengelolaannya harus memperhatikan perlindungan dan pelestariannya.
Pengelolaan Dasar Laut dari Perspektif Hukum Internasional
Ditinjau dari sudut pandang hukum internasional, UNCLOS 1982 telah menetapkan tentang pengelolaan dasar laut internasional atau dikenal dengan kawasan (di luar yurisdiksi negara pantai). Eksplorasi dan eksploitasi SDA yang dilakukan pada dasar laut internasional banyak menemukan kekayaan alam bawah laut, sehingga acap kali menimbulkan berbagai konflik kepentingan. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan di kawasan dasar laut akhirnya disepakati dengan aturan dalam BAB XI UNCLOS 1982. Prinsip umum pengelolaan kawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 136 UNCLOS 1982 yaitu sebagai warisan bersama umat manusia. Karenanya, pemanfaatan kawasan harus ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan umat manusia dan kepentingan perdamaian.
Pemanfaatan bagi kepentingan umat manusia dan kepentingan perdamaian dimaksudkan kepada kemanfaatan umat manusia sebagai suatu kesatuan terlepas dari letak geografis negara-negara baik negara pantai atau negara tak berpantai dengan memperhatikan secara khusus kepentingan dan keperluan negara berkembang dan bangsa-bangsa yang belum mencapai kemerdekaan penuh. Sedangkan kepentingan perdamaian yang dimaksud adalah kawasan tersebut terbuka untuk digunakan semata-mata untuk perdamaian seluruh negara, tanpa adanya diskriminasi.
Kerjasama Internasional Untuk Pengelolaan Kawasan Dasar Laut
Ada beberapa bentuk kerja sama yang dapat dilakukan antar negara menurut hukum internasional, diantaranya: 1) Bilateral; 2) Multilateral; dan 3) Regional (Kerjasama Luar Negeri). Selain kerja sama luar negeri tersebut, dapat juga dilakukan kerja sama pengelolaan kawasan dasar laut yang dilakukan antara tiap-tiap organisasi internasional. Namun, sebagaimana yang disebutkan Pasal 153 UNCLOS 1982, yaitu kegiatan di kawasan dasar laut haruslah sangat bermanfaat bagi umat manusia. Secara teknis, kerja sama yang dilakukan haruslah ditindaklanjuti oleh negara-negara dengan perjanjian internasional, karena hal tersebut sebagai jaminan baik tidaknya suatu kerjasama.
Untuk melakukan perjanjian kerja sama internasional haruslah dilakukan serta dilaksanakan secara asas Pacta Sunt Servanda , yaitu perjanjian mengikat sebagaimana undang-undang bagi pembuatnya dan dilaksanakan dengan itikad baik. Begitu pun asas lainnya yang perlu diperhatikan, seperti asas Courtesy (Pengertian, Kaidah, dan Azas Hukum Internasional – Program Studi Magister Ilmu Hukum Terbaik di Sumut), asas Egality Rights, asas Pacta tertiis Nec Nocent Nec Prosunt, asas Non retroactive . Pematuhan terhadap asas-asas tersebut didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan bahwa perjanjian internasional merupakan ketentuan yang didasarkan kepada kehendak bersama dari masing-masing negara.
Dilihat dari berbagai aspek yang ada, kawasan dasar laut internasional merupakan kawasan yang keberadaannya menjadi sangat menguntungkan jika dikelola dengan baik dengan kebijakan yang baik pula. Namun, jika tidak didukung oleh berbagai berbagai aspek lain, hal tersebut menjadi mustahil tercapai. Sehingga perlu adanya kerja sama internasional untuk melakukan pengelolaan tata ruang kawasan dasar laut internasional, serta seluruh negara ikut andil dalam merumuskan kebijakan bagi kemaslahatan bersama.
#MCPRDailyNews
This Post Has One Comment
Good