Dinamika Sedimentasi dan Penyempitan Mixing Zone di Perairan Pesisir Muara Tawar

Sumber : https://www.researchgate.net/publication/355041180_REVIEW_SEDIMENTASI_DAN_PENYEMPITAN_MIXING_ZONE_DI_PERAIRAN_PESISIR_MUARA_TAWAR_KABUPATEN_BEKASI_-JAWA_BARAT

Wilayah pesisir Indonesia merupakan ruang yang dinamis dan rentan terhadap perubahan lingkungan. Proses interaksi antara darat dan laut menciptakan siklus alami berupa erosi dan sedimentasi. Namun, aktivitas manusia seperti reklamasi, pembangunan industri, dan alih fungsi lahan pesisir kerap mempercepat laju perubahan tersebut. Salah satu wilayah yang mengalami dampak nyata adalah pesisir Muara Tawar, Kabupaten Bekasi. Daerah ini menjadi lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Tawar yang sangat bergantung pada ketersediaan air laut untuk sistem pendinginnya.

Penelitian Kusnida dkk. (2021) menemukan bahwa dalam satu dekade terakhir telah terjadi penyempitan mixing zone di Muara Tawar hingga sekitar 90 hektar. Mixing zone merupakan kawasan bercampurnya air bahang dari kondensor pembangkit dengan air laut baku dari saluran intake. Penyempitan dan pendangkalan mixing zone menandakan adanya peningkatan sedimentasi yang tidak hanya mengancam kualitas ekosistem pesisir, tetapi juga efisiensi operasi PLTGU. Dengan demikian, kajian ini penting untuk memahami penyebab, dampak, serta solusi yang dapat ditawarkan, khususnya dari perspektif Biro Marine Geology and Sedimentation.

Perubahan Lingkungan di Muara Tawar

Berdasarkan analisis citra satelit Google Earth tahun 2010 dan 2019, luas perairan mixing zone di Muara Tawar mengalami penyusutan dari 6,63 km² menjadi 5,76 km². Artinya, dalam kurun waktu sepuluh tahun terjadi penyempitan sekitar 90 hektar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hidayah dan Apriyanti (2020) yang mendokumentasikan sedimentasi seluas 90,7 hektar di Teluk Jakarta bagian timur.

Penyempitan tersebut juga berkaitan dengan perkembangan tambak dan kawasan perikanan di pesisir sekitar. Alih fungsi lahan ini mengubah pola sirkulasi air sekaligus mempercepat proses akumulasi sedimen. Perubahan ini memperlihatkan bagaimana faktor alam dan aktivitas manusia berkontribusi bersama dalam mengubah morfologi pesisir Muara Tawar.

Faktor Penyebab Sedimentasi

Sedimentasi yang tinggi di Muara Tawar tidak lepas dari kontribusi Sungai Citarum dan anak-anak sungainya, yang membawa material tersuspensi hingga ke Teluk Jakarta. Wilayah timur Teluk Jakarta sangat rentan terhadap sedimentasi karena aliran sedimen yang besar dari Citarum.

Selain itu, morfologi delta Muara Gembong mengalami perubahan signifikan dalam kurun waktu 2010–2019. Jumlah saluran distributary bertambah dari satu menjadi tiga, yang mempercepat pembentukan delta lobe serta meningkatkan konsentrasi TSS (Total Suspended Solid) di perairan (Zulfikar & Kusratmoko, 2017). Batimetri Teluk Jakarta yang dangkal, dengan kedalaman hanya 15–20 meter hingga 20 km dari garis pantai, turut mempercepat proses pendangkalan. Faktor oseanografi seperti angin monsun dan arus pasang surut juga memperbesar distribusi sedimen di wilayah ini.

Dengan demikian, penyempitan mixing zone dapat dipahami sebagai bagian dari proses sedimentasi alami yang diperparah oleh tekanan antropogenik di wilayah pesisir.

Dampak Lingkungan dan Operasional PLTGU

Penyempitan mixing zone membawa konsekuensi ganda: ekologi dan industri. Dari sisi ekologi, tingginya TSS menyebabkan kekeruhan perairan yang dapat menurunkan produktivitas ekosistem laut, termasuk biota perairan yang bergantung pada kualitas air. Dari sisi industri, pendangkalan membuat proses pencampuran air bahang dan air laut baku tidak optimal.

Air buangan panas dengan suhu hingga 39 °C dapat menyebar lebih dari 1,4 km dari mulut saluran pembuangan. Akibatnya, suhu di sekitar intake naik hingga 34,8 °C. Kondisi ini berpotensi menurunkan efisiensi kondensor PLTGU dan memperbesar risiko resirkulasi air panas. Hal ini membuktikan bahwa degradasi lingkungan di mixing zone bukan hanya persoalan ekologi, melainkan ancaman terhadap keberlanjutan energi nasional.

Perspektif Biro Marine Geology and Sedimentation

Dari sudut pandang biro Marine Geology and Sedimentation, sedimentasi di Muara Tawar adalah peringatan bagi pentingnya pengelolaan ruang pesisir berbasis geologi kelautan. Pertama, monitoring rutin dengan citra satelit resolusi tinggi dan pemetaan batimetri diperlukan untuk mendeteksi perubahan garis pantai secara dini. Kedua, perlu adanya kebijakan pengendalian alih fungsi lahan di pesisir, khususnya kawasan tambak dan budidaya perikanan, agar tidak memperparah pendangkalan.

Secara teknis, pengerukan sedimen secara berkala di area mixing zone dapat menjadi solusi jangka pendek untuk menjaga kedalaman dan sirkulasi air pendingin. Namun, langkah jangka panjang menuntut adanya kolaborasi lintas sektor, mencakup biro kelautan, energi, lingkungan, dan tata ruang. Pendekatan terpadu ini akan memastikan bahwa fungsi mixing zone tetap terjaga, operasional PLTGU tidak terganggu, dan ekosistem pesisir tetap lestari.

Kesimpulan

Fenomena sedimentasi dan penyempitan mixing zone di Muara Tawar membuktikan bahwa interaksi antara suplai sedimen daratan dan dinamika oseanografi dapat membawa perubahan signifikan dalam waktu singkat. Kajian Kusnida dkk. (2021) serta literatur pendukung lainnya menegaskan bahwa laju sedimentasi di Teluk Jakarta cukup tinggi, dengan penyempitan area mixing zone hingga 90 hektar hanya dalam sepuluh tahun.

Dampaknya tidak hanya menurunkan kualitas lingkungan pesisir, tetapi juga mengancam efisiensi PLTGU Muara Tawar sebagai instalasi vital nasional. Dari perspektif Biro Marine Geology and Sedimentation, solusi yang ditawarkan meliputi monitoring berbasis teknologi, pengendalian tata ruang pesisir, pengerukan sedimen, serta kolaborasi lintas sektor. Dengan demikian, keberlanjutan energi dan kelestarian lingkungan dapat dicapai secara seimbang.

Writer : Marine Geology and Sedimentation Bureau

Leave a Reply