Dinamika Distribusi Spasial-Vertikal Massa Air di Jalur Barat dan Timur Arlindo pada Musim Barat

Sumber: (10.55719/jmiy.v2i2)

Arus Lintas Indonesia (Arlindo) adalah salah satu jalur laut paling penting di dunia karena menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Massa air yang masuk dari Pasifik membawa panas dan garam dengan ciri tropis yang khas, lalu mengalami perubahan ketika melewati perairan Indonesia yang memiliki batimetri rumit. Perubahan ini terjadi karena proses pencampuran, stratifikasi, dan interaksi dengan laut-laut di sekitarnya. Akibatnya, massa air yang keluar menuju Samudra Hindia sudah memiliki sifat fisik yang berbeda dari saat pertama kali masuk.

Musim barat menjadi periode penting karena arah angin monsun mempengaruhi pola arus dan distribusi sifat massa air. Dua jalur utama dapat diamati, yakni jalur barat yang melewati Selat Makassar hingga Selat Lombok, serta jalur timur yang melalui Halmahera, Laut Banda, hingga Timor. Kedua jalur ini menunjukkan dinamika kolom air yang berbeda, baik secara horizontal maupun vertikal.

Distribusi Spasial Kolom Air

Sumber: (10.55719/jmiy.v2i2)

Suhu permukaan laut di perairan timur Indonesia berada pada kisaran 27–30,5 °C, dengan nilai tertinggi di sekitar utara Papua. Wilayah ini dikenal sebagai Western Pacific Warm Pool, salah satu pusat panas tropis terbesar di dunia. Suhu tinggi ini bertahan hingga kedalaman menengah, meski menurun menjadi 6–18 °C pada 250 meter dan 5–12 °C pada 500 meter.

Salinitas di lapisan permukaan berkisar 26–36 psu. Nilai tinggi ditemukan di perairan Pasifik, sedangkan nilai rendah berada di sekitar pesisir akibat pengaruh air daratan. Pada kedalaman 250–500 meter, salinitas lebih homogen dengan kisaran 34–36 psu. Sementara itu, densitas meningkat dengan bertambahnya kedalaman: 10–22 kg/m³ di permukaan hingga 26–27 kg/m³ di lapisan dalam. Hal ini menegaskan adanya stratifikasi kolom air yang jelas, dari lapisan permukaan yang ringan, zona transisi pada termoklin, hingga lapisan dalam yang lebih stabil.

Distribusi Vertikal Kolom Air

Di jalur barat, struktur vertikal memperlihatkan tiga lapisan utama. Lapisan permukaan cenderung lebih tawar karena dipengaruhi oleh Laut Jawa, sementara lapisan menengah tetap menunjukkan inti massa air dengan salinitas tinggi (>34,75 psu) yang menandai keberadaan NPSW dari Pasifik Utara. Hal ini menggambarkan bahwa meskipun ada pencampuran dan pengenceran di lapisan atas, pengaruh Pasifik Utara masih dominan di kedalaman menengah.

Di jalur timur, kondisi berbeda terlihat. Massa air dari Pasifik Selatan (SPSW) dengan salinitas tinggi masuk melalui Halmahera, kemudian bergerak ke Laut Banda. Di Laut Banda terjadi percampuran vertikal yang sangat kuat, bahkan sering terlihat tanda-tanda upwelling. Proses ini menurunkan salinitas dan membentuk massa air baru yang lebih khas sebelum keluar melalui Timor. Dengan demikian, Laut Banda berfungsi sebagai pusat pencampuran yang memodifikasi sifat massa air sebelum keluar ke Samudra Hindia.

Karakteristik Massa Air

Sumber: (10.55719/jmiy.v2i2)

Hasil analisis suhu dan salinitas menunjukkan perbedaan karakter yang jelas antara jalur barat dan timur. Jalur barat didominasi oleh NPSW di lapisan menengah, sementara lapisan permukaannya dipengaruhi massa air Laut Jawa yang lebih tawar. Jalur timur didominasi oleh SPSW, tetapi sifatnya berubah setelah melalui Laut Banda sehingga terbentuk massa air baru yang dikenal sebagai Banda Sea Water.

Di bagian selatan, terutama di Pintasan Timor, massa air bercampur dengan aliran dari Samudra Hindia yang masuk melalui Arus Katulistiwa Selatan. Titik ini menjadi area penting pertemuan antar-samudra, di mana massa air Pasifik yang sudah termodifikasi bercampur dengan pengaruh Hindia.

Dinamika Kolom Air dan Sirkulasinya

Meninjau dinamika Arlindo pada musim barat dari sisi kolom air dan sirkulasinya memberikan gambaran yang lebih dalam mengenai bagaimana lapisan laut bekerja sebagai sistem yang saling terhubung. Setiap lapisan tidak hanya berbeda dalam sifat fisik seperti suhu dan salinitas, tetapi juga memiliki peran dalam proses transportasi massa air yang menghubungkan Samudra Pasifik dengan Samudra Hindia. Stratifikasi yang terbentuk di kolom air menentukan arah serta intensitas pertukaran antar-lapisan, sehingga menghasilkan pola arus yang khas di wilayah perairan Indonesia.

Pada musim barat, angin monsun yang dominan memicu respon signifikan pada lapisan permukaan, yang kemudian menjalar hingga ke lapisan lebih dalam melalui proses pencampuran dan adveksi. Hal ini memperlihatkan keterkaitan erat antara gaya atmosfer dengan dinamika vertikal laut. Ketika massa air dari Pasifik memasuki perairan Indonesia, kolom air berfungsi ganda: mempertahankan karakteristik asalnya sekaligus memodifikasi melalui proses lokal. Proses ini menjadikan Arlindo sebagai simpul penting dalam jaringan sirkulasi global, karena keluaran air ke Samudra Hindia membawa sifat yang sudah dipengaruhi kondisi perairan Indonesia.

Dampak dari mekanisme tersebut tidak hanya terlihat pada aspek fisik, tetapi juga pada keberlanjutan ekosistem. Peningkatan pencampuran vertikal dapat memperkaya nutrien di lapisan eufotik, yang pada gilirannya mendukung produktivitas primer dan keseimbangan rantai makanan laut. Dalam skala lebih luas, perubahan distribusi panas dan salinitas melalui sirkulasi ini ikut berperan dalam sistem iklim global, terutama terkait dengan variabilitas suhu permukaan laut.

Writer : Water Column and It’s Circulation Bureau

Leave a Reply