Oleh : Muhammad Raihan Hidayat
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sejarah panjang yang erat kaitannya dengan budaya maritim. Laut bukan hanya menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat pesisir, tetapi berperan sebagai jalur transportasi, perdagangan, dan interaksi budaya sejak zaman dahulu. Keunggulan geografis ini menjadikan maritim sebagai salah satu fondasi utama dalam perkembangan peradaban di Nusantara.
Salah satu contoh kejayaan maritim di masa lampau adalah Kerajaan Sriwijaya, yang pada abad ke-7 hingga ke-13 menguasai jalur perdagangan laut di Asia Tenggara. Sebagai kerajaan maritim yang berjaya di Nusantara, Sriwijaya memiliki peran penting dalam membangun jalur perdagangan laut dan memperkuat hubungan antarbangsa. Kejayaannya tidak hanya terlihat dari penguasaan jalur maritim, tetapi juga dari sistem navigasi yang maju dan kemampuan masyarakatnya dalam membangun kapal-kapal tangguh. Namun, warisan maritim Sriwijaya kini menghadapi tantangan besar di era modern. Perubahan sosial, eksploitasi laut, dan minimnya kesadaran akan pentingnya budaya maritim membuat jejak kejayaan ini kian memudar.
Kejayaan Maritim Sriwijaya
Pada abad ke-7 hingga ke-13, Sriwijaya merupakan pusat perdagangan dan kekuatan maritim terbesar di Asia Tenggara. Kerajaan ini mendominasi aktivitas perdagangan di Nusantara dengan memanfaatkan potensi maritim Selat Malaka, yang merupakan jalur pelayaran utama antara India dan Tiongkok pada masa itu.
Sebagai kerajaan maritim yang berpengaruh, Sriwijaya mengendalikan arus lalu lintas perdagangan internasional. Setiap kapal yang berlayar dari Asia Barat (Timur Tengah) menuju Asia Timur harus melewati wilayah kekuasaannya. Keunggulan ini diperkuat oleh pasukan kerajaan yang terlatih dan disiplin, yang berperan dalam menumpas perompak serta menghadapi persaingan dagang. Memasuki awal abad ke-10, Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya dengan menjalin hubungan dagang maritim dengan pedagang Arab serta mempererat hubungan dengan Kerajaan Chola di India Selatan.
Kehebatan Sriwijaya dalam bidang maritim juga dibuktikan melalui peninggalan arkeologi berupa prasasti dan relief kapal yang menggambarkan aktivitas pelayaran. Teknologi pembuatan kapal tradisional yang digunakan pada masa itu menjadi bagian dari warisan maritim yang masih dapat ditemukan dalam budaya pesisir Indonesia saat ini.
Tantangan Pelestarian Warisan Maritim
Meski Sriwijaya meninggalkan warisan maritim yang kaya, tantangan untuk melestarikannya semakin besar. Modernisasi telah menggeser perhatian masyarakat dari sektor maritim ke sektor industri dan perkotaan. Generasi muda kini lebih tertarik pada pekerjaan berbasis darat dibandingkan dengan dunia pelayaran atau perikanan.
Selain itu, eksploitasi laut yang tidak berkelanjutan, seperti penangkapan ikan secara ilegal dan pencemaran perairan, mengancam keberlanjutan ekosistem laut. Minimnya perhatian terhadap warisan maritim Sriwijaya juga terlihat dari kurangnya upaya edukasi dan dokumentasi mengenai sejarah kejayaan maritim di Indonesia. Jika tidak ada upaya serius dalam menjaga dan mengenalkan warisan ini, kejayaan maritim Sriwijaya hanya akan menjadi catatan sejarah tanpa makna bagi masa depan.
Pentingnya menjaga kedaulatan laut Indonesia juga tercermin dalam kebijakan yang diambil oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Dalam upaya memberantas praktik penangkapan ikan ilegal, Susi menerapkan kebijakan tegas dengan menenggelamkan 317 kapal penangkap ikan ilegal dalam dua tahun terakhir. Bahkan, ia mengumumkan rencana untuk menenggelamkan 100 kapal asing tambahan yang diduga melakukan kegiatan ilegal di perairan Indonesia. Langkah ini menuai kritik sebagai bentuk “diplomasi megafon”, tetapi terbukti berdampak positif bagi peningkatan stok ikan dari 6,5 juta ton pada tahun 2014 menjadi 12,5 juta ton dalam waktu dua tahun. Selain itu, kesejahteraan nelayan juga mengalami peningkatan, yang tercermin dalam indeks nilai tukar nelayan yang naik dari 105 menjadi 110 meskipun terdapat inflasi.
Upaya pelestarian warisan maritim juga bisa dilakukan dengan melibatkan komunitas lokal. Bambang, salah satu pengamat kebijakan maritim, mengusulkan agar suku-suku laut yang ada di Indonesia dilibatkan dalam upaya Angkatan Laut untuk menjaga wilayah perairan. Hingga kini, hanya sekitar satu persen dari total populasi suku laut yang ikut serta dalam menjaga kedaulatan maritim Indonesia. Padahal, pada masa Sriwijaya, masyarakat laut memiliki peran penting dalam menjaga keamanan dan keberlanjutan ekosistem laut.
Agar warisan maritim Sriwijaya tetap lestari, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat. Pendidikan sejarah maritim harus diperkuat agar generasi muda memahami pentingnya laut dalam membangun kejayaan bangsa. Selain itu, kebijakan pelestarian ekosistem laut dan pengembangan ekonomi berbasis maritim perlu ditingkatkan agar warisan Sriwijaya tidak hanya dikenang, tetapi juga menjadi inspirasi dalam membangun kejayaan maritim Indonesia di masa depan. Dengan mengenali dan melestarikan warisan Sriwijaya, Indonesia dapat kembali memperkuat identitasnya sebagai negara maritim yang berdaya saing di dunia global.
#MCPRDailyNews