Rekonstruksi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Kontribusi Menuju Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

Oleh: Nabilla Azka Putri

Undang-undang No. 5 Tahun 1990 merupakan bentuk politik hukum di bidang konservasi Sumber Daya Alam untuk mencapai tujuan-tujuan di bidang konservasi yang akan mengatur dan mengarahkan masyarakat agar berbuat menurut cara-cara tertentu sebagaimana yang diinginkan pemerintah. Bila mencermati kembali masalah pengelolaan kawasan konservasi sebagaimana yang telah terjadi di Indonesia, kajian atas daya pengaruh yang diberikan perangkat hukum nyatanya perlu untuk ditinjau ulang. Sehubungan dengan keperluan ini, dilakukan penyorotan terhadap Teori Sistem dari Lawrence Friedman yang menyatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem mencakup 3 elemen utama, yaitu: struktur, substansi, dan kultur hukum. Dalam hal ini, struktur sistem hukum (legal structure) berkaitan dengan unsur-unsur kelembagaan pembentukan, penegakan, pelayanan, dan pengelolaan hukum, seperti badan pembentuk UU, peradilan, kepolisian, dan administrasi negara sebagai pengelola, pembentukan dan pelayanan. Adapun substansi sistem hukum (legal substance) mencakup berbagai aturan formal, aturan-aturan yang hidup dalam masyarakat, dan produk-produk yang timbul akibat penerapan hukum. Sedangkan, budaya hukum (legal culture) berkaitan dengan sikap terhadap hukum seperti keyakinan (belief), nilai (value) cita (idea) dan harapan-harapan (expectation). 

Dengan berpedoman kepada Bekerjanya Hukum Lawrence Friedman, dimana analisisnya lebih menekankan pada substansinya (Substansi UU No. 5 Tahun 1990), ditemukan hal-hal yang menyebabkan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi SDA belum memberikan perlindungan hukum bagi kelestarian dan keberlanjutan fungsi SDA, yaitu:

  1. Pengelolaan Kawasan Konservasi Bersifat Biosentrisme;
  2. Terlalu memberikan Dominasi Peran Konservasi kepada Pemerintah/Negara ketimbang masyarakat (Vide Pasal 4 jo. Pasal 16 ayat (1) Jo Pasal 34 ayat (1);
  3. Tidak ada pengakuan dan perlindungan akses atas kawasan konservasi dan hak penguasaan dan pemanfaatan masyarakat adat/lokal atas SDA;
  4. Peran serta masyarakat bersifat semu;
  5. Pengelolaan kawasan konservasi tidak terpadu (sektoral); dan
  6. Syarat mengatur hak negara tidak banyak mengatur hak rakyat.

Kearifan lokal secara filosofis, yuridis, dan sosiologis memiliki nilai yang penting (strategis) dalam konservasi di Indonesia karena masyarakat adat/lokal pada dasarnya sudah memiliki nilai-nilai konservasi. Sedangkan, untuk menuju kepada kebijakan yang berbasis kearifan lokal diperlukan bentuk peraturan hukum yang mengakomodasi kearifan lokal dan Birokrat pelaksana hukum (Taman Nasional) yang berani memposisikan diri menembus kebuntuan legalitas formal dengan tidak memberlakukan hukum (the non enforcement of law) manakala UU yang diterapkan tidak dapat dilaksanakan di lapangan demi menghadirkan substantive justice. Agar konservasi SDA dapat memberikan perlindungan secara utuh (baik manusia maupun keragaman hayatinya), beberapa poin yang perlu menjadi bahan pertimbangan antara lain:

  1. UU mengenai konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya harus direkonstruksi karena belum mengakomodasi nilai-nilai konservasi khas Indonesia (kearifan lokal);
  2. Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi SDA tidak berorientasi pada keragaman hayati saja tetapi juga mengintegrasikan perlindungan eco-sosial masyarakat yang sudah memiliki keterkaitan ekologis dengan kawasan konservasi tersebut;
  3. Pengelolaan kawasan konservasi hendaknya tidak bercorak sentralistik;
  4. Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi harus memberikan ruang bagi partisipasi publik dan transparan, mengakui dan melindungi akses dan hak-hak masyarakat atas penguasaan dan pemanfaatan SDA; dan
  5. Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi harus dapat memberikan ruang hidup bagi kebudayaan lokal (termasuk kearifan lokal di bidang lingkungan) demi menyelamatkan dan melestarikan pengetahuan lokalnya, serta memberikan ruang bagi kemajemukan hukum yang secara nyata hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Leave a Reply