Tak Lagi Relevan : Undang-Undang “Landas Kontinen Indonesia” Perlu Ditinjau Kembali

Oleh: Yesi Deskayanti

Hukum-hukum yang mengatur tentang landas kontinen baik internasional dan nasional merupakan acuan utama bagi masing-masing negara dalam mengoptimalkan kepentingan di laut. Adanya hukum akan membuka peluang dalam memberikan kemudahan bagi negara salah satunya dalam penyelesaian sengketa laut. Misalnya, peranan hukum internasional terkait negara yang berbuat sewenang-wenang dalam kegiatan eksploitasi sumber daya kelautan di landas kontinen, terkhusus dalam status hukum dan penentuan batas wilayah landas kontinen di antara negara yang bersebelahan (adjacent) ataupun berhadapan (opposite). Pendukung hukum internasional diperkuat dengan acuan nasional yang dimiliki masing-masing negara yang disesuaikan dengan hukum internasional dimana kemudian juga akan memberikan kemudahan dalam hal tersebut.

Untuk landas kontinen, Negara Indonesia secara garis besar mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 sebagai hukum internasional dan UU Landas Kontinen Indonesia Nomor 1 tahun 1973 sebagai hukum nasional. Setelah Indonesia melakukan validasi terhadap KHL 1982 ditambah dengan hadirnya UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang “Wilayah Negara” dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang “Kelautan”, Indonesia membentuk “haluan baru” dalam acuan tersebut sehingga UU LKI tidak lagi dilirik padahal secara asas perundang-undangan UU LKI bersifat khusus dan spesialis dalam pengaturan landas kontinen di Indonesia. Di sisi lain, UU tentang “Landas Kontinen” sebenarnya masih terdapat persoalan yang mutakhir, kontradiktif, dan kontemporer sehingga perlu dilakukan regulasi ulang.

Meninjau Isi dan Praktek Hukum UU Nomor 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen di Indonesia

Dalam UU LKI dibahas bahwa landas kontinen merupakan dasar laut hingga bagian tanahnya di luar perairan wilayah RI sampai kedalaman 200 meter atau lebih yang memungkinkan masih adanya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Dalam pasal 2 UU LKI tercantum bahwa Indonesia memiliki status hukum memegang penguasaan penuh dan hak istimewa serta kepemilikan kekayaan alam di landas kontinen. Selanjutnya, pada pasal 3 dikatakan bahwa Indonesia dengan negara tetangga baik yang berhadapan ataupun berdampingan, penetapan garis batas landas kontinen dilakukan dengan mengadakan musyawarah untuk mencapai persetujuan bersama. Hal ini dibuktikan dengan adanya pembentukan Tim Teknis Landas Kontinen pada tahun 1968 setelah pengesahan Konvensi LK untuk mendiskusikan batas-batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga. Beberapa negara tersebut diantaranya adalah Thailand, Malaysia, Australia, India, Vietnam, Filipina, dan Papua Nugini.  

Adanya Peraturan Perundang-Undangan Lain Mengenai Pemanfaatan Landas Kontinen di Indonesia.

Selain UU tentang “Wilayah Negara” dan “Kelautan”, pemanfaatan wilayah landas kontinen juga didukung dengan peraturan lain yang bersifat serasi dan saling terikat. Hal tersebut berkaitan erat dengan pertahanan dan keamanan nasional, pertambangan, riset ilmiah di lingkungan laut dan perlindungannya, perikanan serta perhubungan laut. Misalnya, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang “Pertahanan Negara” yang membahas bahwa SDA masih menjadi bagian  dari sistem pertahanan negara tak terkecuali SDA di landas kontinen. UU lainnya, yaitu UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang “Perikanan” menyatakan bahwa cakupan pemanfaatan sumber daya ikan yang  berlaku di laut adalah wilayah laut teritorial, ZEE Indonesia, dan laut lepas.

Menanggapi adanya ratifikasi Indonesia terhadap KHL 1982, seharusnya juga diikuti dengan revisi UU LKI yang mengacu pada Konvensi Landas Kontinen mengingat UU LKI telah berlaku selama hampir setengah abad. Jika melihat kondisi sekarang tentu sudah terdapat perbedaan dan perubahan kondisi sehingga dibutuhkan peraturan perundangan-undangan yang relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, beberapa UU yang digunakan untuk acuan landas kontinen terdapat perbedaan dengan UU LKI yang seharusnya menjadi acuan utama. Maka dari itu, sebaiknya UU LKI dilakukan revisi untuk menghindari polemik tersebut. Sejauh ini, baru dilakukan pertemuan oleh pemerintah dengan akademisi hukum yang membahas mengenai UU LKI tersebut. Diharapkan diskusi ini menghasilkan sebuah terobosan baru terutama UU pengganti yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan nasional.

#MCPRDailyNews

Leave a Reply