Oleh : Moch Nurfickry Argeta
Bumi ini sebagian besar diisi oleh air dan faktanya 97% bagian berisi air asin dan 3% berisi air tawar. Khususnya Indonesia yang mempunyai laut lebih luas daripada daratannya dan berbentuk kepulauan yang memerlukan komunikasi melewati perairan, salah satunya distribusi jaringan, minyak dan gas yang memerlukan jalur bawah laut. Hal ini perlu dilakukan penataan untuk alur pipa dan kabel di laut lepas. Penataan alur pipa dan kabel di laut lepas di Indonesia saat ini sedang ditinjau kembali dan sedang dilakukan oleh pemerintah, hal ini bertujuan agar penataan ruang wilayah laut Indonesia dapat ditata dan dimanfaatkan secara maksimal dan selain itu juga dilakukan untuk menjaga stabilitas nasional untuk minyak dan gas agar dapat terdistribusi dengan merata . Hal ini juga diatur dalam hukum internasional maupun nasional agar terdapat batasan dan beberapa aturan untuk instalasi atau peletakan dari pipa dan kabel ini. UNCLOS 1982 termasuk hukum internasional tentang tata ruang wilayah laut yang mengatur tentang penataan kabel dan pipa ini.
Permasalahan utama tentang penataan dan pemasangan kabel serta pipa ini berpotensi menimbulkan sengketa dimana hal ini dapat menjadi perselisihan antar pihak. Sengketa ini disebabkan dari pemasangan dan kerusakan dari instalasi kabel dan pipa, baik dari sisi penempatan maupun prosedur. Permasalahan mengenai penempatan ini yaitu ketika adanya kabel dan pipa yang melewati batas administrasi wilayah yang dilakukan tanpa izin maupun koordinasi, merusak ekosistem didalamnya, dan ketika melanggar zonasi yang ada.
Misalnya pada Provinsi Lampung yang mempunyai zonasi pemanfaatan umum, dan zonasi mengenai kawasan konservasi. Lalu contoh selanjutnya ketika PT. Sacofa yaitu perusahaan telekomunikasi Malaysia yang melakukan pemasangan kabel di wilayah Natuna yang tidak memiliki izin dari pemerintah Indonesia dan sudah tiga tahun berdiri tanpa izin sebelum pada akhirnya izin dicabut. Lalu permasalahan kerusakan dimana hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti kerusakan kabel atau pipa karena kabel atau pipa yang tersangkut dalam jangkar kapal atau terputus karena tertimpa jangkar kapal dan hal-hal lain yang dapat menyebabkan kabel dan pipa rusak.
Penataan Kabel dan Pipa Menurut UNCLOS 1982 dan Hukum Nasional
Disebutkan bahwa pada pasal 21 dan 19 UNCLOS 1982 yaitu kewajiban negara pantai adalah menjamin keselamatan lintas untuk tujuan pencegahan tabrakan kapal, kerusakan fasilitas kabel atau fasilitas lainnya. Pada pasal ini dijelaskan juga bahwa negara memiliki peran untuk mengelola tata ruang laut. Selain itu negara mempunyai hak dan kewajiban pada alur pemasangan kabel dan pipa bawah laut. Hak disini yaitu untuk memanfaatkan dan mengelola tata ruang laut, serta berhak untuk mengatur bagaimana ketika negara lain ingin memasang kabel dan pipa untuk lintas negara. Sedangkan kewajiban yang tercantum mengacu kepada negara pantai yang memiliki kewajiban untuk menjaga kedaulatan wilayah dan kewajiban negara lain yang merupakan bentuk menghormati negara lain untuk alur laut.
Selain hal tersebut disebutkan juga bahwa pada pasal 51 ayat 2 UNCLOS 1982 Suatu Negara kepulauan harus menghormati kabel laut yang ada yang dipasang oleh Negara lain dan yang melalui perairannya tanpa melalui darat. Suatu Negara kepulauan harus mengizinkan pemeliharaan dan penggantian kabel demikian setelah diterimanya pemberitahuan yang semestinya mengenai letak dan maksud untuk memperbaiki atau menggantinya. Sesuai dengan poin yang telah dijelaskan di atas bahwa antar negara harus menghormati penataan ruang laut yang ada di negara lain. Selain itu disebutkan juga bahwa pada pasal 79 UNCLOS 1982 pada perairan di landas kontinen memungkinkan kebebasan laut lepas khususnya kebebasan untuk berlayar dan kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut. Dari 3 poin di atas sebenarnya hal tersebut masih bersifat umum oleh karena itu UNCLOS ini juga harus didukung dengan adanya peraturan dalam negara pada contohnya di Indonesia melalui misalnya KepMen dan lain lain.
Permasalahan Penataan Kabel dan Pipa di Indonesia ditinjau dari UNCLOS 1982 dan Hukum Nasional
Permasalahan yang sering terjadi adalah tidak adanya izin negara lain ketika melakukan operasi penataan pipa dan kabel bawah laut. Hal ini membuat rugi negara lain karena pengeksplorasian dan pengeksploitasian sumber daya yang tidak mempunyai izin dan kerusakan kabel serta pipa dikarenakan kapal yang menurunkan jangkar secara sembarangan dan akhirnya merusak pipa dan kabel bawah laut. Hal ini lah yang menjadi permasalahan utama dan harus ditegakkan mengenai peraturan-peraturan yang ada. Sudah dijelaskan secara umum diatas bahwa pada UNCLOS penataan ruang laut harus menghormati negara lain dan pada perairan landas kontinen sebuah negara mempunyai kebebasan atas penataan kabel dan pipa bawah laut yang dimana di sini tidak disebutkan negara lain mempunyai izin secara bebas untuk memasang kabel dan pipa bawah laut dengan memperhatikan Alur Laut Kepulauan Indonesia..
Lalu UNCLOS ini juga harus diperkuat dengan hukum-hukum nasional serta koordinasi antar instansi yang diperlukan agar semakin bersinergi. Pada hukum nasional terdapat beberapa hal yang diatur mengenai penataan ruang laut khususnya untuk menata kabel dan pipa bawah laut seperti UU RI No 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia, Keputusan Menteri tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi serta Permen Perhubungan tentang Alur Pelayaran di Laut,dan KepMen No 14 tahun 2021 yang berisi arahan agar tidak ada kesemrawutan dalam pergelaran kabel dan pipa bawah laut. Selain hal tersebut, harus adanya koordinasi terkait untuk menjaga kedaulatan RI terhadap penataan kabel dan pipa bawah laut dan telah dilakukannya penjagaan terhadap penataan ruang laut selama 2 tahun oleh KKP, Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan dengan tujuan agar dapat dimanfaatkan secara optimal.