Kebijakan dan Tantangan Hukum dalam Mengelola Lautan Indonesia yang Berkelanjutan

Oleh : Bintang Azahra

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki luas perairan mencapai 5,8 juta kilometer persegi dengan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Kekayaan laut Indonesia mencakup berbagai jenis ekosistem unik seperti terumbu karang, mangrove, dan padang lamun, yang menjadi habitat bagi ribuan spesies biota laut. Selain itu, laut Indonesia juga menyimpan sumber daya mineral seperti minyak bumi, gas alam, dan pasir besi yang menjadi andalan dalam mendukung sektor energi. Laut Indonesia tidak hanya menjadi pusat keanekaragaman hayati, tetapi juga memiliki peran penting dalam stabilitas ekonomi dan geopolitik global.

Namun, pengelolaan sumber daya laut di Indonesia menghadapi tantangan besar. Illegal fishing, pencemaran laut, dan eksploitasi berlebihan menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem laut. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Indonesia kehilangan potensi pendapatan hingga triliunan rupiah setiap tahunnya akibat aktivitas pencurian ikan oleh kapal asing. Selain itu, rendahnya pemahaman masyarakat pesisir tentang praktik berkelanjutan memperburuk degradasi ekosistem. Maka, diperlukan intervensi kebijakan yang lebih terintegrasi untuk mengatasi persoalan ini dan memaksimalkan potensi sumber daya laut secara berkelanjutan.

Pengelolaan Sumber Daya Laut

Pengelolaan sumber daya laut Indonesia mencakup aspek yang luas, mulai dari perikanan hingga energi laut. Dalam sektor perikanan, langkah-langkah seperti pemberdayaan nelayan melalui pelatihan teknologi tangkap modern dan pengadaan kapal yang lebih efisien sedang diupayakan. Namun, data menunjukkan bahwa hanya sekitar 30% nelayan yang memiliki akses ke teknologi ini, sehingga hasil tangkapan masih jauh dari optimal. Selain itu, perlindungan terhadap stok ikan pelagis juga krusial mengingat spesies ini adalah komponen utama perikanan Indonesia.

Untuk terumbu karang, program pemulihan ekosistem seperti penanaman kembali coral reef telah dilakukan di beberapa daerah, termasuk Taman Nasional Bunaken dan Raja Ampat. Terumbu karang yang sehat tidak hanya menjadi habitat biota laut tetapi juga mendukung ekowisata yang menghasilkan devisa. Namun, laporan terbaru menunjukkan lebih dari 40% terumbu karang di Indonesia dalam kondisi rusak akibat aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak dan pencemaran. Di sektor rumput laut, inovasi seperti metode “rakit apung” telah membantu meningkatkan produktivitas, tetapi kendala pemasaran dan fluktuasi harga pasar masih menjadi tantangan utama bagi petani rumput laut.

Peran Kebijakan Pemerintah

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis untuk mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan. Salah satu landasan utamanya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 yang mengatur penyelenggaraan bidang kelautan dan perikanan. Kebijakan ini mencakup pengelolaan sumber daya hayati seperti ikan, rumput laut, dan terumbu karang, serta sumber daya non-hayati seperti tambang dan energi. Pasal 9 dari peraturan ini menekankan pentingnya kawasan konservasi laut sebagai ekosistem yang dilindungi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan lainnya adalah pengembangan Taman Nasional Perairan (TNP), seperti TNP Laut Sawu di Nusa Tenggara Timur, yang menjadi model kawasan konservasi berbasis masyarakat. Program ini memberikan perlindungan terhadap ekosistem laut sekaligus mempromosikan ekowisata bahari. Laut Sawu, yang merupakan bagian dari segitiga terumbu karang dunia, tidak hanya menjadi tempat pemijahan ikan tetapi juga destinasi wisata yang mendukung ekonomi lokal. Pemerintah bekerja sama dengan organisasi internasional untuk memastikan pengelolaan kawasan ini berjalan sesuai prinsip keberlanjutan.

Implementasi kebijakan seringkali menghadapi tantangan. Misalnya, kasus pencemaran di Teluk Bima, yang sebagian besar diakibatkan oleh aktivitas industri seperti tambang mineral dan PLTU, menunjukkan lemahnya pengawasan lingkungan. Pencemaran ini berdampak langsung pada ekosistem laut dan masyarakat sekitar, termasuk kematian ikan dan keracunan pada warga. Meski ada regulasi terkait pengelolaan limbah industri, penegakan hukum seringkali kurang efektif karena lemahnya koordinasi antar lembaga dan rendahnya sanksi bagi pelanggar. 

Menanggapi hal tersebut, pemerintah juga telah berupaya meningkatkan keamanan maritim melalui Badan Keamanan Laut (Bakamla). Bakamla bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengatasi kasus illegal fishing, terutama di wilayah rawan seperti Laut Natuna Utara. Pemerintah telah memperkuat armada patroli dan memanfaatkan teknologi seperti pengawasan berbasis satelit untuk mendeteksi aktivitas ilegal. Namun, upaya ini masih perlu ditingkatkan, mengingat luasnya wilayah perairan Indonesia dan keterbatasan sumber daya yang tersedia. Dalam sektor perikanan, kebijakan subsidi bahan bakar untuk nelayan kecil dan program peningkatan kapasitas melalui pelatihan teknologi tangkap modern telah memberikan dampak positif. Namun, realisasi subsidi sering kali tidak merata, dan banyak nelayan tradisional masih kesulitan mendapatkan akses ke program ini. Pemerintah juga mendorong diversifikasi produk perikanan untuk meningkatkan nilai tambah, seperti pengembangan industri pengolahan ikan dan rumput laut.

Laut Indonesia adalah aset nasional yang memiliki potensi besar untuk mendukung kesejahteraan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Namun, tanpa pengelolaan yang efektif dan kebijakan yang kuat, ancaman terhadap kelestarian sumber daya ini akan terus meningkat. Diperlukan pendekatan strategis yang tidak hanya fokus pada konservasi tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir untuk menjadi pelaku utama dalam menjaga kekayaan laut Indonesia. Indonesia perlu memperkuat kerangka kebijakan yang mengintegrasikan konservasi dan pemanfaatan ekonomi. Pendekatan berbasis ekosistem, seperti Marine Spatial Planning (MSP), dapat menjadi solusi untuk mengatur pemanfaatan ruang laut agar tidak saling tumpang tindih. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan konservasi harus ditingkatkan melalui program pemberdayaan dan edukasi.

#MCPRDailyNews

Leave a Reply