Meninjau Persiapan Penerapan Carbon Pricing di Indonesia

Oleh: Muhammad Ramzy Andyan Mahendra

Pemerintah Indonesia meletakkan dasar bagi penetapan harga karbon dengan mengeluarkan keputusan presiden tentang nilai ekonomi karbon. Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan perintah menteri tentang pengelolaan manfaat ekonomi karbon di sektor energi. Pada saat yang sama, sumber daya pendukung lainnya, seperti peta sektor untuk penetapan harga karbon, standar pertukaran karbon, standar perdagangan karbon internasional, dan statistik online pengurangan emisi Gas Rumah Kaca, sedang dikembangkan pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, Pemerintah    Indonesia   berambisi    menerapkan carbon   pricing berupa   pajak   karbon dengan skema cap and tax. Tarif yang disahkan adalah sebesar Rp30,00/kg karbon dioksida ekuivalen dengan harapan  dapat  meningkatkan  akseptasi  masyarakat karena    dinilai    jumlah    ini    lebih    terjangkau.    Ke depannya,    tarif    ini    direncanakan    untuk    terus meningkat  seiring  waktu  dan  juga  dapat  mengikuti tarif  di  pasar  karbon.  Hingga  saat  ini,  pemerintah masih dalam tahap mempersiapkan mekanisme teknis penerapan sehingga    dapat    dikatakan    bahwa Indonesia masih belum cukup siap untuk menerapkan carbon    pricing. Di    samping    itu,    edukasi    dan komunikasi  dengan  pihak  masyarakat  masih  belum dimasifkan   sehingga   masih   menimbulkan   berbagai kebingungan  khususnya  terkait  waktu  pemberlakuan kebijakan  ini.

Penetapan harga karbon telah digunakan sebagai elemen kunci dalam berbagai kebijakan yang bertujuan mengatasi perubahan iklim melalui alat ekonomi, dan konsep ini sejalan dengan teori Pigou. Memang emiten pada akhirnya akan mengubah pola perilakunya. Secara teori, penetapan harga karbon (carbon pricing) adalah suatu sistem yang mengharuskan para penyumbang emisi dan polutan membayar ketika mereka menghasilkan gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Dengan  kebijakan ini,  masyarakat didorong untuk beralih ke teknologi rendah karbon. Hal  ini  dikarenakan  barang  dan  jasa yang   mengandung   karbon   yang   lebih   tinggi   akan menjadi  lebih  mahal  harganya  daripada  barang  dan jasa yang emisinya rendah. Penetapan harga  karbon dapat menjadi cara yang lebih hemat biaya untuk mengurangi emisi dibandingkan alat lainnya, seperti mewajibkan penggunaan teknologi  atau standar kinerja tertentu. Dengan harga karbon ini, beban  kerusakan yang ditimbulkan akan dikembalikan kepada pihak yang bertanggung jawab. Penetapan harga karbon memberikan pilihan kepada para penghasil emisi untuk menghentikan aktivitas yang menghasilkan emisi, mengurangi pendapatan emisi, atau terus menghasilkan emisi dan membayarnya. Mayoritas penelitian yang  dilakukan menunjukkan bahwa keseluruhan pengurangan  emisi akibat penetapan harga karbon biasanya maksimal 2% per tahun. Secara umum, ada dua bentuk kebijakan penetapan harga karbon: carbon trading dan carbon offsetting.

Penerapan yang akan direncanakan pemerintah dalam mempersiapkan penerapan carbon pricing, pemerintah  Indonesia  dapat  memperhatikan beberapa alternatif faktor yang dirasa cukup penting, yaitu yang 

pertama mengenai regulasi penerapan dan regulasi   pendukung   terkait   kebijakan    lingkungan lainnya    yang    harus    berjalan    beriringan. Kedua, penentuan   tarif yang   optimal   karena   tarif   pajak karbon   di   Indonesia   tergolong   terendah   di   dunia sehingga  dikhawatirkan  tidak  dapat  memberikan  hasil yang diharapkan.  Ketiga, pemerintah perlu mempertimbangkan   redistribusi   penerimaan carbon pricing karena    masyarakat    pada    umumnya    akan memberikan   dukungan   lebih   pada   suatu   kebijakan ataupun   program   yang   manfaatnya   dapat   mereka rasakan  secara  jelas  dan  nyata.  

Yang  terakhir  adalah terkait  alternatif  energi  pengganti  yang  sesuai  dengan kesiapan   masyarakat.   Energi   baru   terbarukan   yang menjadi   alternatif   pengganti   dari   batu   bara   belum mampu menopang kebutuhan energi untuk pembangkit listrik   sehingga   dirasa   peralihannya   saat   ini   terlalu memberatkan  masyarakat.  Suatu  kebijakan  yang  baik juga perlu didukung oleh dukungan publik

Leave a Reply