Oleh : Raffy Revanza Alfarez
Wilayah Laut dan Rezim yang Berlaku
Setelah berlangsungnya Konvensi Hukum Laut Internasional pada tahun 1982 atau lebih dikenal sebagai UNCLOS (United Nation Convention of the Law of the Sea) 1982, Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan poin-poin kesepakatan di dalamnya terhadap hukum nasional. Termasuk di dalam pengimplementasian tersebut, harus terdapat unsur-unsur seperti konsep negara kepulauan, pengaturan perbatasan negara dengan negara di sekitarnya, dan batas wilayah yurisdiksi dengan laut bebas. Berdasarkan UNCLOS 1982 pula, wilayah perairan yang dimiliki oleh setiap negara pantai meliputi wilayah berupa, perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan laut bebas. Kesemua unsur atau komponen ini harus diatur dalam suatu aturan khusus dalam peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di Asia, khususnya di Asia Tenggara, Indonesia tentunya memiliki banyak wilayah laut yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga, seperti Thailand, India, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Australia, dan Timor Leste. Sejak berlakunya UNCLOS 1982, Indonesia telah beberapa kali menandatangani perjanjian batas maritim dengan beberapa negara tetangga, seperti pada tahun 2003, Indonesia dan Vietnam menyepakati batas LK dan telah meratifikasi kesepakatan tersebut dalam UU No. 18 tahun 2007. Namun, dengan adanya kesepakatan-kesepakatan ini belum sepenuhnya memastikan Indonesia bebas konflik dengan negara-negara yang bersangkutan karena seringkali negara-negara tersebut tidak mematuhi aturan yang telah disepakati. Untuk itu, dalam tulisan ini penulis akan membahas sejauh apa perkembangan batas wilayah kemaritiman Indonesia dengan negara-negara tetangga.
Garis Pangkal dan Metode Delimitasi
Sebelum lebih jauh membahas perkembangan dinamika perbatasan wilayah maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga, perlu diketahui terdapat metode atau cara yang digunakan oleh setiap negara pantai dalam menentukan batas wilayahnya. Salah satunya adalah dengan cara penentuan garis pangkal dan metode delimitasi. Garis pangkal bagi sebuah negara pantai adalah hal yang tidak dapat dipisahkan karena dalam metode delimitasi, garis pangkal ini berfungsi sebagai penentuan batas maritim. Dalam UNCLOS 1982 sendiri, garis pangkal merupakan garis awal dimulainya klaim maritim sebuah negara pantai.
Metode delimitasi batas maritim erat kaitannya dengan prinsip-prinsip batas maritim yang telah disepakati dalam UNCLOS 1982. Misalnya, di pasal 15 UNCLOS 1982, bahwa dua negara pantai yang saling berhadapan atau berdampingan tidak diperkenankan untuk mengklaim batas wilayah laut teritorial melebihi titik tengah (median) kedua negara tersebut. Dalam proses delimitasi batas maritim antarnegara, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, seperti :
- Prinsip Sama Jarak (equidistance)
- Metode Paralel dan Meridian
- Metode Enclaving
- Metode Tegak Lurus
- Metode Garis Paralel
- Metode Batas Alami
Perkembangan Delimitasi Batas Maritim Indonesia dengan Negara-Negara Tetangga
Penetapan batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga hingga saat ini masih mengalami dinamika dan gejolak antar negara yang bersangkutan karena kedua belah pihak saling klaim untuk mendapatkan keuntungan masing-masing. Padahal, segala aturan dan teknis penentuan batas maritim ini sudah diatur dalam UNCLOS 1982. Sayangnya, masing-masing negara justru memiliki perspektif dan pandangan masing-masing tentang bagaimana cara menetapkan batas-batas wilayah maritim tersebut. Berikut beberapa rangkuman status delimitasi batas maritim dengan negara-negara tetangga Indonesia di ASEAN :
- Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim : Indonesia – Singapura
Indonesia dan Singapura berbatasan langsung di sepanjang Selat Singapura yang memiliki perhitungan jarak antara garis pangkal kedua negara kurang dari 15 mil laut sehingga di wilayah tersebut Indonesia dan Singapura tidak memiliki perairan ZEE maupun LK. Kedua negara hanya perlu menetapkan batas laut wilayah tersebut dan perjanjian tersebut sudah rampung pada tahun 2014 lalu setelah 3x melakukan perundingan.
- Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim : Indonesia – Thailand
Indonesia dan Thailand memiliki batas LK dan batas ZEE di Laut Andaman/ Perairan utara Selat Malaka. Indonesia dan Thailand telah menyepakati batas LK melalui Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara di bagian Utara Selat Malaka dan di Laut Andaman, yang ditandatangani di Bangkok, pada tanggal 17 Desember 1971, dan diratifikasi melalui Keppres No. 21 Tahun 1972.
Selain itu kedua negara juga telah menandatangani kesepakatan garis batas dasar laut di Laut Andaman melalui Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut antara Kedua Negara di Laut Andaman yang ditandatangani di Jakarta, pada tanggal 11 Desember 1975 dan telah diratifikasi dengan Keppres No. 1 tahun 1977.
- Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim : Indonesia – Malaysia
Indonesia dan Malaysia sudah beberapa kali melakukan perundingan teknis penetapan batas maritim dan sudah berlangsung sejak tahun 2005. Namun, Indonesia dan Malaysia masih perlu menetapkan batas maritim di 5 (lima) segmen berikut:
- Laut Sulawesi : Laut Wilayah, ZEE, dan LK
- Laut Cina Selatan : Laut Wilayah dan ZEE
- Selat Singapura : Laut Wilayah
- Selamat Malaka : Laut Wilayah dan ZEE
Saat ini Indonesia dan Malaysia tengah mempersiapkan pertemuan kembali untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di atas dalam waktu dekat.
- Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim : Indonesia – Vietnam
Indonesia dan Vietnam memiliki batas LK dan batas ZEE di Laut Tiongkok Selatan. Batas LK kedua negara telah disepakati melalui Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Sosialis VietNam Tentang Penetapan Batas Landas Kontinen, yang ditandatangani di Hanoi, pada tanggal 26 Juni 2003 dan diratifikasi dengan UU No. 18 Tahun 2007.
Pembahasan ZEE Indonesia dengan Vietnam baru terjadi pada tahun 2010 dan berlangsung cukup alot hingga tahun 2022 kemarin, Di wilayah laut tersebut, Indonesia-Vietnam memiliki perbedaan persepsi atas wilayah ZEE masing-masing negara. Akibatnya, di perairan tersebut Indonesia dan Vietnam sering bersitegang karena klaim atas pemanfaatan SDA di sana yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
Sampai pada akhirnya, pada tanggal 22 Desember 2022, berlokasi di Istana Kepresidenan Bogor, Presiden Indonesia, Ir. Joko Widodo dan Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc sepakat untuk menyelesaikan permasalahan ZEE di wilayah laut tersebut dengan menyepakati perjanjian penetapan batas wilayah ZEE dengan berlandaskan pada UNCLOS 1982 di Natuna Utara. Diharapkan dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, ketegangan di wilayah perairan tersebut mereda dan bisa menguntungkan bagi kedua belah pihak.
- Pertemuan Teknis Penetapan Batas Maritim : Indonesia – Filipina
Indonesia dan Filipina berbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan LK di Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik. Batas ZEE kedua negara telah disepakati melalui Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina mengenai Penetapan Batas Zona Ekonomi Eksklusif yang ditandatangani di Manila pada tanggal 23 Mei 2014. Pada tahun 2016, kedua negara telah melakukan pertemuan JPWG-MOC ke-9 dengan agenda membahas post maritim delimitation dan hal-hal terkait dengan kerjasama maritim dan kerjasama perikanan. Pada pertemuan ini juga disinggung terkait dengan delimitasi batas LK antara Indonesia dan Filipina.
Kesimpulan
Sejauh ini Indonesia telah melakukan lebih dari 20 kali perjanjian atas batas maritim dengan negara-negara tetangga sehubungannya dengan garis batas wilayah laut, penentuan ZEE dan LK, dan lain-lain. Namun demikian, dari kondisi yang terjadi di lapangan, ternyata masih ada beberapa segmen wilayah perbatasan yang memerlukan adanya negosiasi lebih lanjut dengan negara yang bersangkutan. Penentuan dan kesepakatan batas maritim Indonesia dengan negara-negara tetangga tentunya akan berdampak pada pengambilan kebijakan di bidang politik, ekonomi, serta pertahanan dan keamanan negara-negara tetangga sehingga hal tersebut sangat serius untuk dipahami. Oleh karena itu, saat ini Indonesia dan negara-negara tetangga memerlukan kepastian dan kejelasan hukum atas status batas wilayah maritim itu sendiri guna menyusun strategi untuk negaranya masing-masing.