Oleh: Muhammad Raihan Hidayat
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang paling beragam dan produktif di Bumi. Terumbu karang memberikan manfaat ekonomi bagi jutaan orang sebagai sumber makanan, lapangan kerja, hasil alam, perlindungan pesisir, dan rekreasi. Selama beberapa dekade, kondisi terumbu karang di dunia telah mengalami degradasi. Sebesar 6,39% kondisinya sangat baik, 23,40% dalam kondisi baik, 35,06% dalam kondisi cukup dan 35,15% dalam kondisi buruk. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu karang antara lain adalah adanya tekanan antropogenik, penggunaan alat tangkap yang merusak, pencemaran, penyakit karang, perubahan iklim, dan adanya predator.
Indonesia dan Amerika Serikat telah menjalin kerja sama yang di mana Indonesia wajib menjalankan proyek konservasi terumbu karang. Hal ini dikarenakan adanya perjanjian bertajuk “Debt for Nature Swap and Coral Reef Conservation” yang ditandatangani pada tanggal 3 Juli 2024 di bawah Undang-Undang the Tropical Forest and Coral Reef Conservation Act (TFCCA). Pada 15 Januari 2025, pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat telah menuntaskan proses pengalihan utang tersebut dengan nilai 35 juta dollar AS (sekitar Rp573 miliar) dengan tujuan kegiatan konservasi dan perlindungan terumbu karang.
Alih Utang untuk Konservasi dan Penguatan Pengawasan Laut
Kesepakatan alih utang (debt-for-nature swap) ini terjadi melalui dua organisasi konservasi nirlaba internasional, yaitu The Nature Conservancy (TNC) dan Conservancy International (CI). Kemudian, terdapat juga rekan kerja di wilayah Indonesia, yaitu Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dan Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia. Peruntukan dana ini akan memprioritaskan terumbu karang dan ekosistem laut pesisir yang terkait langsung dengan terumbu karang. Adapun prioritas lain yang merupakan kawasan lindung laut, zona konektivitas habitat dan lokasi konservasi potensial di masa mendatang. Pelibatan masyarakat pun menjadi salah satu kegiatan utama dengan memberikan peningkatan kapasitas dalam menghadapi tantangan kerusakan alam.
Kesepakatan ini akan meningkatkan kapasitas penegakan hukum di laut. Dana yang dialihkan juga mendukung penguatan koordinasi antarlembaga dengan mengembangkan mekanisme kerja sama lintas institusi untuk memastikan tindakan hukum dapat dilakukan secara efektif, sehingga perlindungan terhadap kawasan laut semakin optimal.
Rekomendasi Pengawasan
Untuk memastikan keberhasilan kesepakatan alih utang ini, diperlukan pengawasan yang efektif. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi pemanfaatan teknologi untuk memantau ekosistem terumbu karang, memperkuat kolaborasi lintas lembaga seperti KKP, TNI AL, dan Bakamla, serta penguatan regulasi dengan penerapan sanksi yang tegas. Selain itu, pengawasan yang lebih menyeluruh juga diperlukan untuk memastikan setiap upaya konservasi berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Keberhasilan dari kerja sama ini sangat bergantung pada sinergi yang kuat antara regulasi yang tegas, dedikasi aparat penegak hukum untuk menjalankan tugas dengan integritas, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi sumber daya laut.
#MCPRDailyNews