Oleh: Haura Azalia Putri Fardian
Wilayah adalah salah satu unsur konstitutif utama yang menentukan keberadaan suatu negara dalam hukum internasional. Keberadaan wilayah memungkinkan suatu negara untuk menjalankan kedaulatan dan yurisdiksi atas penduduk, sumber daya, serta aktivitas yang terjadi di dalam batas-batasnya. Namun, cara memperoleh wilayah tidak selalu seragam di setiap negara. Hukum internasional mengakui beberapa cara untuk memperoleh wilayah, salah satunya adalah akresi.
Akresi merupakan proses penambahan wilayah secara alami yang terjadi akibat fenomena geologis, seperti pergeseran lempeng bumi atau pengendapan lumpur. Fenomena ini sering kali menghasilkan daratan baru yang berada di dalam wilayah yurisdiksi suatu negara. Dalam konteks hukum internasional, pengakuan terhadap wilayah baru akibat akresi menjadi penting untuk memastikan legalitas klaim kedaulatan atas wilayah tersebut. Pengakuan ini juga memberikan dasar hukum bagi negara yang bersangkutan untuk mengelola dan memanfaatkan wilayah baru tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip internasional.
Konsep Pengakuan dalam Hukum Internasional
Dalam hukum internasional, pengakuan merupakan cara untuk menerima fakta yang diikuti dengan konsekuensi hukum, di mana negara yang diakui akan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hubungan internasional. Terdapat dua teori utama yang menjelaskan konsep pengakuan ini. Pertama, Teori Konstitutif, yang menyatakan bahwa pengakuan menciptakan status kenegaraan. Berdasarkan teori ini, suatu negara baru hanya dapat menjadi subjek hukum internasional setelah memperoleh pengakuan dari negara lain. Kedua, Teori Deklaratori, yang berpendapat bahwa status kenegaraan suatu entitas telah ada sejak awal keberadaannya, sehingga pengakuan hanya bersifat formalitas untuk mengukuhkan status tersebut di dalam hubungan internasional.
Pengakuan Akresi Menurut Hukum Internasional
Wilayah baru hasil akresi ini otomatis dianggap sebagai bagian dari kedaulatan negara asal jika sesuai dengan garis batas wilayah yang telah diakui. Hukum internasional, terutama United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, menjadi dasar dalam menetapkan dan mengatur batas wilayah negara. Konvensi ini mengatur garis dasar, laut teritorial hingga 12 mil laut, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut.
Proses akresi yang sah harus terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Negara yang memperoleh wilayah baru akibat akresi memiliki kewajiban hukum untuk mengelola wilayah tersebut sesuai aturan internasional, termasuk pemanfaatan sumber daya alam, perlindungan lingkungan, dan pengawasan. Pengakuan internasional terhadap wilayah baru akibat akresi sangat penting untuk memperkuat legitimasi hukum dan mendukung klaim kedaulatan negara tersebut di forum internasional.
Pengakuan terhadap wilayah baru akibat akresi dalam hukum internasional merupakan bagian penting dalam menjaga legitimasi kedaulatan suatu negara. Akresi yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia menjadi dasar sah untuk memasukkan wilayah baru tersebut ke dalam yurisdiksi negara asal, sesuai dengan garis batas yang diatur oleh hukum internasional, seperti UNCLOS 1982. Pengakuan terhadap wilayah baru ini tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan hak-hak kedaulatan negara untuk mengelola dan melindungi wilayah tersebut, termasuk dalam pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan.
#MCPRDailyNews