Oleh : Ramones Telaum Banua
Tsunami merupakan suatu bencana alam yang disebabkan oleh kekuatan gempa atau getaran yang terjadi di lautan dan membentuk gelombang besar. Efek dari tsunami sangat destruktif jika menghantam suatu daratan khususnya pesisir karena mengakibatkan kerusakan yang sangat serius di area pantai dan pesisir, termasuk bangunan, infrastruktur, serta kehidupan manusia. Selain itu, dampak tsunami juga dapat merusak lingkungan laut seperti terumbu karang dan ekosistem laut. Indonesia sendiri sudah pernah mengalami beberapa bencana tsunami seperti tsunami Aceh 2004 dan tsunami Palu pada 2018. Banyak orang yang menjadi korban jiwa dari kejadian-kejadian diatas. Hal itu menjadi peringatan serius untuk peningkatan mitigasi bencana.
Pesisir Indonesia merupakan wilayah yang cukup padat penduduk. Secara sosial 132 Juta penduduk di Indonesia tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Daerah pesisir merupakan daerah penggerak ekonomi negara dengan sumbangan pendapatan negara berasal dari hasil kegiatan di pesisir atau laut itu sendiri. Dari kondisi tersebut jika terkena bencana tsunami maka akan memakan banyak korban jiwa dan lumpuhnya sektor perekonomian dari daerah terdampak. Perlu diadakannya mitigasi yang pasti untuk mengurangi kerugian dengan pengupayaan menurunkan korban jiwa dan kerugian material yang ditimbulkan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara upaya struktural, penataan sistem, sosialisasi dengan masyarakat, dan penambahan alat pendeteksi bencana alam.
Kondisi mitigasi bencana di Indonesia
Indonesia masih kurang tanggap dalam pengelolaan infrastruktur mitigasi bencana alam. Kondisi itu dilihat banyaknya alat pendeteksi tsunami yang rusak dan dicuri, sehingga menyebabkan tidak terdeteksinya suatu bencana tsunami yang akan terjadi, hal itu dapat menimbulkan korban jiwa yang lebih banyak. Masalah di atas juga diperparah dengan masyarakat yang acuh terhadap regulasi yang ada seperti membangun tempat tinggal yang berada di zona merah atau rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bernardus Wisnu Widjaja juga berkata bahwa “Sistem peringatan dini hingga budaya mitigasi belum menjangkau seluruh elemen masyarakat bahkan di lingkungan aparat pemerintahan sendiri”. Jika dilihat kondisi di lapangan bahwa perkataan dari kepala BNPB benar adanya, kurangnya koordinasi antar elemen menjadi tantangan yang cukup pelik. Masih terdapat tumpang tindih antara masyarakat dan pemerintah, sehingga diperlukan perbaikan dalam berbagai sistem yang ada agar kolaborasi yang aktif dapat terjalin antara kedua elemen tersebut.
Penanganan mitigasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana. Dalam pengimplementasiannya masih dapat kekurangan yaitu Undang-Undang ini masih menekankan pemulihan pasca bencana bukan untuk aspek pencegahannya. Anggaran juga menjadi halangan yang memperlambat proses penanggulangan bencana. Hal itu berpengaruh pada pengadaan peralatan, pelatihan tenaga ahli, dan infrastruktur yang diperlukan untuk mitigasi dan respons bencana yang membutuhkan investasi besar. Pesisir Indonesia yang memiliki 10.644 desa pesisir tentu akan sangat rentan oleh kejadian bencana alam seperti tsunami. Kurangnya pembangunan infrastruktur yang komprehensif menjadikan satu masalah yang cukup penting. Dibutuhkan koordinasi yang efektif antara lembaga yang terlibat dan perencanaan yang cermat untuk mengatasi dampak bencana pada sosial-ekonomi untuk keluarga korban di masyarakat pesisir, terutama di pulau-pulau kecil.
Strategi Evaluasi
Salah satu langkah penting untuk pengatisipasian bencana tsunami adalah dengan memberikan jalur evakuasi darurat yang jelas. Kolaborasi antara pemerintah, komunitas lokal, dan para ahli bencana dilakukan untuk mengidentifikasi wilayah rentan dan merancang jalur evakuasi yang aman serta mudah dijangkau oleh warga. Selain itu, upaya meningkatkan sistem peringatan dini termasuk pemasangan sensor gempa laut yang canggih serta pengembangan teknologi untuk memberi peringatan dengan cepat kepada masyarakat juga dilakukan. Harus ada pengawasan khusus perihal teknologi yang digunakan agar tidak terjadi pencurian yang mengakibatkan kerugian untuk negara dan masyarakat sekitar. Selain usaha pemerintah, edukasi terhadap masyarakat juga harus menjadi prioritas utama. Kampanye edukasi dilakukan secara masif dengan media-media yang ada seperti media massa dan program komunitas. Warga sekitar didorong untuk memahami petunjuk peringatan dini, melaksanakan latihan evakuasi, dan memiliki pengetahuan tentang langkah-langkah pertolongan pertama pada saat keadaan darurat.
Penguatan kebijakan yang ada juga menjadi komponen penting untuk menyusun mitigasi bencana yang terencana. Khususnya perencanaan tata ruang kelola yang baik demi menunjang keselamatan masyarakat pesisir karena melalui perencanaan yang baik, kerentanan terhadap bencana dapat dikurangi. Ini mencakup tentang penggunaan lahan, pola pembangunan, aksesibilitas terhadap layanan darurat, dan fasilitas pelindung. Regulasi tata ruang yang tepat juga dapat mengatur pola pembangunan yang sesuai dengan karakteristik wilayah, seperti membatasi pembangunan di daerah rawan, mempertimbangkan jarak aman dari pantai, atau mengharuskan pembangunan struktur yang memperhitungkan risiko bencana sehingga keselamatan masyarakat lebih terjamin.
#MCPRDailyNews