Oleh : Haura Azalia Putri Fardian
Sumber utama polusi laut sering kali datang dari insiden tumpahan minyak yang berasal dari operasi kapal, kegiatan pengeboran lepas pantai, atau kecelakaan kapal. Setiap tahun, sekitar 3 hingga 4 juta ton minyak bumi mencemari ekosistem laut. Polusi minyak dari kapal biasanya terjadi karena kebocoran minyak dari tangki bahan bakar kapal atau tumpahan minyak dari proses pembuangan minyak kotor di dalam mesin kapal atau dari muatan minyak.
Pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas operasional kapal atau kecelakaan kapal, dapat terjadi baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Dampak dari pencemaran laut itu sendiri sangat luas dan berpotensi merusak kehidupan di ekosistem laut maupun daratan yang terkena dampaknya. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab ganti rugi jika terjadi pencemaran laut.
Penerapan Peraturan Pembuangan Limbah Minyak oleh Kapal Tanker
Regulasi tentang tanggung jawab pencemaran laut oleh kapal yang mengangkut minyak sebagai muatan diatur dalam Civil Liability Convention 1969 (CLC 1969). Di Indonesia, belum ada peraturan khusus yang mengatur pencemaran laut oleh minyak dari kapal. Peraturan yang ada saat ini hanya bertujuan untuk mencegah pencemaran laut, seperti dengan mengadopsi beberapa konvensi internasional seperti Civil Liability Convention 1969.
Menurut Civil Liability Convention 1969 (CLC 1969), kapal tanker dengan muatan minyak curah di atas 2000 ton harus memiliki sertifikat dana jaminan ganti rugi pencemaran laut dari Negara bendera. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh asuransi seperti P&I Club, yang akan menentukan jumlah ganti rugi berdasarkan surveyor asuransi atau independen jika terjadi pencemaran laut.
Meskipun Indonesia belum meratifikasi Civil Liability Convention 1969, negara ini telah mengeluarkan sejumlah peraturan yang mengatur pencemaran laut, terutama terkait pembuangan limbah secara sengaja ke laut (dumping). Di Indonesia, tindakan dumping limbah ke laut diperbolehkan dengan syarat harus ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 26 Tahun 2012. Hanya jenis limbah tertentu yang telah dikelola dengan baik oleh pemegang usaha atau kegiatan yang dapat dibuang ke laut sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam peraturan tersebut yang mencakup perhitungan daya tampung lingkungan laut, karakteristik air limbah yang dibuang, rona awal badan air (laut/estuari), dampak pembuangan, dan upaya pengendalian dan rencana pemantauan.
Dasar Hukum Nasional tentang Pembuangan Limbah
Produk hukum nasional yang terkait dengan perlindungan laut dan larangan pencemaran laut yang berasal dari pembuangan limbah ke laut yaitu: UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah digantikan oleh UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, khususnya Bab VIII (Pasal 65-58) dan telah digantikan oleh UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, PP Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 86 Tahun 1990 tentang Pencegahan Pencemaran oleh Minyak dari Kapal-Kapal yang telah digantikan oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 4 Tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal
Pengaturan hukum terkait dengan pencemaran dan perusakan lingkungan laut didasarkan pada instrumen hukum lingkungan internasional dan nasional. Prinsipnya, instrumen-instrumen hukum ini tidak bertujuan untuk menguasai sumber daya alam laut, melainkan untuk mengatasi pencemaran lingkungan laut. Sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982, setiap negara diminta untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran lingkungan laut, baik yang berasal dari daratan maupun dari laut itu sendiri.
Meskipun terdapat hukum lingkungan internasional dan nasional terkait pencemaran laut yang disebabkan oleh kebocoran minyak dari tanki kapal tanker, namun diperlukan tindakan kolaboratif antar negara untuk menangani pencemaran laut. Dan juga diperlukan penegakan hukum yang kuat, serta pemanfaatan hukum sebagai panduan kebijakan pemerintah dengan profesionalisme, akuntabilitas, dan integritas. Partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan dan pengawasan terhadap rencana penanggulangan pencemaran laut juga penting untuk mencapai tujuan perlindungan lingkungan laut yang diatur dalam regulasi yang ada.
#MCPRDailyNews