Oleh : Ramones Telaum Banua
Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang disatukan oleh perairan luas yang dilindungi oleh undang-undang dan konvensi hukum internasional. Angkutan transportasi laut menjadi komoditas penting untuk menunjang kebutuhan pemerataan dan pembangunan di wilayah Indonesia. Upaya pengoptimalan transportasi laut terus ditingkatkan dengan cara membentuk Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Dari yang dijabarkan dalam undang-undang tersebut meliputi keamanan, keselamatan, serta perlindungan maritim melalui Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan. Syahbandar adalah sebuah pejabat daerah yang ditunjuk langsung oleh menteri dan memiliki wewenang mengatur pelabuhan demi menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.
Syahbandar dalam melakukan tugasnya berdasarkan hukum laut internasional UNCLOS dan hukum nasional yang sudah diratifikasi. Dalam UNCLOS Syahbandar memiliki kedudukan sebagai commander atau leading sector untuk melaksanakan pengawasan dan keamanan untuk menjaga wilayah lingkungan laut Indonesia. Peran Syahbandar sangat strategis di Indonesia dikarenakan otoritasnya untuk melakukan peran administratif, surat-menyurat, perijinan, dan yang berhubungan dengan pelabuhan serta teritorial laut.
Mekanisme Penanggulangan Pencemaran
Syahbandar dalam melakukan penanggulangan tumpahan minyak oleh kapal tanker diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut. Dasar dari peraturan ini dibentuk adalah untuk kegiatan pelayaran, kegiatan minyak gas dan bumi yang memiliki resiko kecelakaan yang dapat mencemari ekosistem laut dan butuh tindakan penanggulangan cepat. Mekanisme Syahbandar dalam melakukan penanggulangan pencemaran dengan cara melaporkan ke agen kapal dan Syahbandar akan meminta perusahaan terkait untuk melakukan penanggulangan sesuai dengan prosedur. Syahbandar dalam hal ini menjadi kepala koordinator yang mengatur tim penanggulangan pencemaran yang terdiri dari kepolisian, TNI AL, penjagaan dan Kasi Keselamatan Berlayar serta instansi daerah terkait dan pihak Pertamina. Pelaporan pencemaran akan dilaporkan Syahbandar kepada Kapolres, Komandan AL, dan Pemda lalu akan membentuk Puskodalok (Pusat Komando Pengendalian Lokasi).
Saat melakukan penanggulangan pencemaran akan dibuat gugus tugas untuk menangani pencemaran yang disebut Tier. Ada 3 bagian klasifikasi pada Tier untuk menanggulangi pencemaran, Tier 1 untuk teknik pengendalian pencemaran lokal. Dalam rangka penanggulangan darurat tumpahan minyak, Tier ini terdiri dari ADPEL dan perusahaan minyak bumi dan gas. Keterlibatan perusahaan minyak bumi dan gas adalah dengan memberikan sarana prasarana demi menunjang penanggulangan pencemaran oleh minyak. Beban kerugian yang ditimbulkan dari pencemaran akan dikenakan kepada perusahaan minyak untuk bentuk tanggung jawab perusahaan karena telah merugikan lingkungan serta masyarakat.
Persoalan Tindakan penanggulangan Pencemaran
Keterbatasan infrastruktur seperti kurangnya peralatan di Syahbandar, kekurangan laboratorium independen untuk menetapkan batas pencemaran, dan kurangnya fasilitas pelabuhan untuk mengatasi pencemaran laut menjadi hambatan utama dalam peran Syahbandar. Masalah kurangnya fasilitas modern dalam menangani pencemaran laut sangat kompleks karena setiap pelabuhan harus dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk menangani situasi tersebut. Diperlukan juga landasan hukum yang kuat untuk mendukung wewenang dalam mengambil tindakan pengendalian pencemaran, yang sejalan dengan regulasi kebijakan lainnya.
#MCPRDailyNews