Perlindungan Lingkungan dan Hukum Maritim: Menilik Tumpahan Minyak di Bintan

Oleh : Muhammad Rezza S

Negara Kepulauan yang merupakan bentuk geografis daripada Indonesia menjadi isyarat bahwasanya indonesia merupakan negara yang besar, tetapi ini juga menjadi sebuah tantangan tersendiri baginya karena dengan luasnya wilayah cakupan yang ada maka besar juga tantangan yang dihadapi oleh indonesia. Daerah Bintan yang berada di Kepulauan riau menjadi salah satu contoh nyata yang ada di depan mata sebagai tantangan yang akan dihadapi. Dilihat dari letak geografisnya daerah bintan berhimpitan dengan Negara singapura dan juga Malaysia. Letaknya yang strategis dengan dilengkapi adanya selat Malaka yang merupakan jalur lintas perdagangan utama di Asia Tenggara. 

Dengan adanya jalur perdagangan ini memberikan banyak dampak ke Indonesia, baik itu dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang dialami mungkin sangat banyak dari segi ekonomi dengan meningkatnya aktivitas dan kepadatan trafik perdagangan yang ada akan memajukan perekonomian negara dan juga sektoral daerah sendiri, namun dibalik itu terdapat pula dampak negatif yang timbul dari adanya hal tersebut seperti pembuangan limbah dari kapal dan juga kerusakan alam yang berdampak dari kepadatan aktivitas yang ada. 

Problematika kebijakan yang terjadi di Bintan Kepulauan Riau 

UNCLOS 1982 menyatakan bahwasanya Seluruh negara harus turut serta dalam mencegah dan mengendalikan pencemaran laut, termasuk bertanggung jawab atas kerusakan yang diakibatkan oleh pelanggaran negara terhadap konvensi. Hal itu sudah sangat menjelaskan bahwasanya dampak lingkungan apapun yang terjadi di area bintan dalam kasus ini merupakan tanggung jawab dari seluruh negara yang terlibat atas aktivitas yang dilakukan di area tersebut. Persoalan ini juga sudah terpecahkan dengan menetapkan Vessel Traffic Systems (VTS) dan Ship Reporting System in the Straits of Malacca and Singapore (STRAITREP) yang menjadi penangan dari isu limbah yang terjadi di selat malaka. Kerjasama ini terjadi mulai pada tahun 1999 antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. 

Meskipun persoalan tentang limbah yang ada di Selat Malaka sudah mempunyai solusi berdasarkan kerjasama yang menghasilkan regulasi bersama, tetapi ini menimbulkan kembali masalah melalui persoalan tentang mahalnya harga yang harus dikeluarkan untuk pembersihan limbah kapal oleh negara singapura yang berkewajiban dalam hal pembersihan limbah kapal. Hal ini menyebabkan banyaknya perusahaan yang mengakali dengan melakukan kecurangan dengan tetap membuang sisa minyaknya ke laut melalui berbagai macam cara untuk mengurangi cost yang harus dibayarkan. 

International Convention for The Prevention of The Pollution On Ships , dikenal juga sebagai MARPOL 73/78. Ketentuan ini menjadi dasar hukum mengenai regulasi untuk mencegah pencemaran lingkungan laut akibat operasional dan kecelakaan kapal. Implementasi dari MARPOL 73/78 Merupakan suatu konteks yang dikategorikan sebagai konsep keamanan Lingkungan, konsep ini memahami tentang dampak konflik negara, hubungan internasional dan pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan. Dalam persoalan ini pencemaran minyak pada bintan dapat diidentifikasi sebagai ancaman non-militer terhadap keamanan nasional. 

Dalam hal seperti ada pula yang dinamakan dengan Teori Green, Teori Green memandang bahwa penanganan masalah pencemaraan lingkungan dalam kawasan regional merupakan tanggung jawab dari negara yang berada di sekitarnya. Melalui teori ini dapat menjadi upaya dalam penanganan serta upaya bersama dalam menjaga integritas keamanan lingkungan melalui implementasi dari MARPOL 73/78. 

Dampak lingkungan yang terjadi di Bintan

Laut bukan hanya persoalan lingkungan, tetapi banyak manfaat dan dampak yang diberikan bagi kehidupan manusia. Laut juga bermanfaat untuk menjaga keberlangsungan makhluk hidup serta memberikan dampak positif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu juga manfaat ekonomis yang didapatkan dari adanya kegiatan tambang dan juga kekayaan mineral yang ada. Pentingnya laut juga memberikan banyak sumber daya sebagai bentuk integritas dan kekayaan suatu negara. 

Sejak tahun 2012, terjadi peningkatan mengenai pencemaran laut yang terjadi di kepulauan riau yang menyebabkan semakin buruknya kondisi lingkungan yang ada, namun hingga saat ini masih belum ada cara penanganan yang efektif dan praktis dalam penanganannya baik dari pihak yang berwenang sekalipun belum ada langkah yang optimal dalam melindungi lautan dari kontaminasi di masa depan. Pencemaraan lingkungan ini juga memberikan dampak negatif yang cukup terasa bagi para nelayan yang dapat dilihat dari alat tangkap mereka yang rusak.

Tumpahan minyak di bintan juga memberikan dampak serius terhadap lingkungan, ekosistem dan juga masyarakat sekitar, secara ekologis banyak hal ekosistem yang terganggu dan banyak juga beberapa spesies yang bisa menyebabkan kematian massal seperti ikan moluska dan hewan laut lainya. Ini dapat mengganggu rantai makanan dan juga mengganggu keragaman hayati yang ada di ekosistem lautan. Terumbu karang dan juga padang lamun terganggu akibat pencemaran minyak yang tumpah. 

Sebenarnya, terdapat langkat yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam melakukan penangan sebab berdasarkan pasal 233 UNCLOS memberikan wewenang kepada BAKAMLA untuk melakukan proses penegakan hukum di wilayah Indonesia, serta pada pasal 220 ayat 2 UNCLOS juga memberikan dasar hukum bagi pemerintah indonesia untuk melakukan penindakan terhadap kapal asing yang diduga melakukan pelanggaran terkait pelestarian lingkungan laut. Selanjutnya pemerintah indonesia juga sudah mengambil tindakan pencegahan dengan diterbitkannya pasal 11 peraturan presiden No.109 Tahun 2006 tentang penanggulangan tumpahan minyak dilaut.  

Daerah bintan kepulauan Riau sebagai kawasan regional sudah seharusnya segala bentuk tindakan pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan ini baik itu insidental maupun tidak sebab sesuai dengan UNCLOS dan juga MARPOL 73/78 , sehingga bukan hanya tanggung jawab semata sebab kelestarian lingkungan berdampak bagi seluruh wilayah yang ada disekitarnya, sebab apabila terjadi pencemaran maka akan ada sebab akibat yang terjadi dan itu akan menjalar ke seluruh aspek mulai dari ekonomi hingga geopolitik.

#MCPRDailyNews

Leave a Reply