Oleh: Chairil Amin Saputra
Penanganan sampah laut di kampung nelayan pesisir Muara Angke, Jakarta Utara menghadapi tantangan utama berupa pencemaran laut oleh sampah plastik dan sampah medis. Hal ini disebabkan oleh kurang optimalnya pelaksanaan kebijakan Rencana Aksi Nasional untuk penanganan sampah laut dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh masuknya sampah ke laut serta sanksi hukum yang dapat diterima.
Sampah merupakan permasalahan yang terus dihadapi oleh berbagai negara di seluruh dunia. Menurut definisi dari World Health Organization (WHO), sampah adalah benda yang sudah tidak lagi digunakan, tidak diinginkan, dan dibuang, berasal dari berbagai aktivitas manusia, dan tidak dapat terjadi secara alami. Sebagai negara dengan banyak pulau, Indonesia perlu melakukan upaya ekstra untuk memperhatikan wilayah perairan lautnya. Salah satu aspek yang sangat krusial adalah menjaga kebersihan perairan laut dari sampah. Meskipun demikian, mencapai target tersebut menjadi sulit karena adanya berbagai aktivitas di perairan, baik di laut terbuka maupun di pelabuhan atau pesisir.
Kondisi Pencemaran di Pesisir
Permasalahan ini dapat dengan jelas diamati di salah satu wilayah Jakarta, yaitu Muara Angke. Wilayah sekitar pesisir Kampung Nelayan tradisional ini mengalami pencemaran laut yang signifikan akibat sampah laut. Sampah yang terkumpul di sana tidak hanya terbatas pada plastik seperti botol plastik, bungkusan, kantong plastik, tali rafia, tutup botol, sedotan, karung, dan styrofoam, tetapi juga mencakup jenis sampah lainnya seperti limbah medis (masker), karet (potongan sandal dan kulit kabel), logam (kaleng dan baterai), limbah buangan kapal, kayu, dan turunannya (bungkus rokok, potongan tripleks, kertas, kayu bekas bangunan). Volume sampah di Muara Angke mencapai 50 ton dan 8-15 ton per hari, menciptakan beban lingkungan yang signifikan.
Kebijakan Pemerintah
Sebelumnya, belum ada kebijakan yang secara khusus mengatur penanganan sampah laut. Oleh karena itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut (RAN PSL) termasuk dalam ayat (1) dari peraturan tersebut, serta berbagai program dan kegiatan yang terperinci di lampiran Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018. Kelima strategi yang dijalankan melibatkan program-program seperti gerakan nasional untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, pengelolaan sampah darat, penanggulangan sampah di pesisir dan laut, mekanisme pendanaan, penguatan kelembagaan, pengawasan, penegakan hukum, serta penelitian dan pengembangan.
Tantangan Pelaksanaan
Meskipun pemerintah telah menerapkan kebijakan penanganan sampah laut melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018, pelaksanaannya masih menghadapi hambatan utama, terutama dalam hal ketegasan kebijakan dan penegakan hukum. Regulasi yang telah ada belum sepenuhnya diimplementasikan dengan optimal. Meskipun telah ditetapkan strategi dan program dalam Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut, termasuk upaya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, namun masih terdapat kelemahan dalam memberikan sanksi kepada pelaku yang membuang sampah ke laut.
Faktor ini dapat menjadi penghambat dalam mencapai target pengurangan kebocoran sampah plastik ke laut. Meskipun terdapat komitmen dari berbagai pihak, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, dan Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, diperlukan peningkatan dalam pelaksanaan program dan pengawasan yang lebih efektif. Peran serta aktif masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan pengelolaan sampah laut.
Dalam keseluruhan, untuk mencapai keberhasilan implementasi kebijakan penanganan sampah laut, diperlukan tindakan lebih lanjut, termasuk peningkatan ketegasan kebijakan, penegakan hukum yang efektif, dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
#MCPRDailyNews