Oleh : Bintang Azahra
Indonesia merupakan pusat biodiversitas maritim dunia. dIperkirakan kurang lebih 16% terumbu karang dunia, lebih dari 5% padang lamun, dan 20% hutan mangrove dunia berada di wilayah Indonesia. Meninjau dari tingginya tingkat biodiversitas dan variasi ekosistem maritim Indonesia menjadikan Indonesia sebagai wilayah konservasi prioritas dunia. Selain itu banyak masyarakat pesisir Indonesia yang mengandalkan sumberdaya maritim sebagai sumber kehidupan, perlindungan, dan budaya. Akan tetapi, tekanan-tekanan antropogenik seperti overfishing, destructive fishing, sedimentasi, dan perubahan iklim menjadi ancaman untuk ekosistem maritim dan menimbulkan kerugian yang diperkirakan mencapai 2,6 miliar USD dalam 20 tahun.
Indonesia telah melakukan perlindungan terhadap wilayah ekosistem maritimnya selama berabad-abad melalui hukum adat yang memiliki cakupan yang luas dalam praktiknya. Hukum adat menggabungkan kepercayaan adat dan pengetahuan lokal dalam penentuan sistem manajemen dan regulasi sumberdaya maritim. Kemerdekaan Indonesia merupakan awal mula praktik konservasi maritim secara formal di Indonesia di mulai, praktek konservasi ini diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 32 ayat 4 yang menyatakan bahwa sumber daya alam Indonesia dikelola oleh pemerintah Indonesia dan harus dikelola untuk kepentingan masyarakat Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut pemerintah Indonesia mengadopsi sistem Marine Protected Areas (MAPs) atau wilayah konservasi maritim pada tahun 2008 sebagai alat untuk menjaga kelestarian biodiversitas dan mempromosikan keberlanjutan ekosistem laut, dalam MPAs ini hukum adat termasuk di dalamnya. Terdapat dua kementerian yang memiliki otoritas dalam mengelola Wilayah Konservasi Maritim di Indonesia. Pertama, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengelola terkait konservasi dan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Kedua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan fokus utama untuk melindungi biodiversitas.
Upaya Pelestarian Wilayah Konservasi Maritim
Dalam upaya melindungi kelestarian ekosistem maritim, Indonesia telah membuat beberapa komitmen ambisius terkait perluasan wilayah konservasi maritim, perlindungan habitat terancam, dan efektivitas manajemen wilayah konservasi maritim. Target nasional saat ini adalah untuk memperluas wilayah konservasi maritim hingga 32,5 juta hektar pada tahun 2030, berkontribusi dalam perjanjian global. Usaha untuk mencapai target unu dilakukan dengan mengimplementasikan berbagai peraturan perlindungan dan alat, seperti rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, manajemen wilayah pengelolaan perikanan, dan pendekatan ekosistem untuk manajemen perikanan.
Pada tahun 20202 tercatat 7,3% wilayah perairan Indonesia telah menjadi bagian dari Wilayah Konservasi maritim dengan 300 titik wilayah lindung. Total luas wilayah konservasi maritim mencapai 23,9 juta hektar dengan wilayah yang tersebar di 34 provinsi. Mengingat semakin bertambah luasnya wilayah konservasi maritim Indonesia dan juga target yang diharapkan dapat dicapai oleh Indonesia terkait perluasan wilayah konservasi maritim pada 2030, diperlukan langkah untuk menjaga keberlanjutan wilayah konservasi tersebut salah satunya dengan meningkatkan keefektifitasan manajemen wilayah konservasi laut yang telah ada.
Strategi Meningkatkan Efektivitas Sistem Manajemen
Dalam merencanakan peningkatan keefektifan sistem manajemen wilayah konservasi maritim diperlukan analisis trend dalam pelaksanaan dan manajemen wilayah konservasi maritim itu sendiri. Berdasarkan sumber, telah terindikasi progress lamban dalam peningkatan efektifitas sistem manajemen wilayah konservasi maritim di Indonesia. Untuk mempercepat peningkatan keefektifitasan sistem manajemen kawasan konservasi maritim pemerintah Indonesia harus mengimplementasikan beberapa strategi. Strategi tersebut diantaranya konsolidasi provinsi untuk kapasitas manajemen, peningkatan koordinasi kelembagaan, peningkatan kapasitas, dan menentukan target aspek prioritas yang ingin ditingkatkan. Konsolidasi provinsi dalam manajemen kapasitas memiliki potensi untuk mendukung fungsi manajemen yang lebih baik dalam skala unit dan meningkatkan efektivitas dalam jangka panjang. Peningkatan koordinasi lembaga-lembaga yang terkait dalam manajemen dan pengembangan wilayah konservasi maritim merupakan hal yang penting untuk meningkatkan efektivitas fungsi wilayah konservasi maritim. Peningkatan kualitas staf dalam hal ini dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan NGO terkait untuk mengadakan pusat pelatihan. Selain itu, penerapan sistem rotasi juga digadang dapat membangun kapasitas staf melalui pengetahuan dan pengalaman langsung dari pergantian peran atau letak geografis staff tersebut bertugas.
Penyeimbangan perluasan wilayah konservasi maritim dan peningkatan sistem pengelolaan merupakan hal penting bagi Indonesia untuk mencapai target nasional yang memiliki fokus lebih besar. Wilayah konservasi maritim memerlukan monitoring secara berkala, evaluasi, dan manajemen adaptive. Dengan melacak perluasan dan keefektifan wilayah konservasi maritim, Indonesia dapat mengambil keputusan yang baik mengenai peningkatan upaya atau peningkatan produksi hasil wilayah konservasi maritim yang harus dilakukan. Penyeimbangan peningkatan efektivitas manajemen wilayah konservasi laut dan peninjauan berdasarkan aspek sosial-ekologis dari data lapangan, keikutsertaan pemangku kepentingan setempat, organisasi dan lembaga terkait, serta kesadaran untuk berpartisipasi dalam konservasi maritim Indonesia merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam mencapai target-target nasional.
#MCPRDailyNews