Optimalisasi Keamanan Laut Melalui RUU Sebagai Penguatan Sistem Keamanan

Oleh : Muhammad Rezza

Indonesia negara yang besar akan wilayah perairannya, 17.504 Pulau, 5.800.000 km² wilayah perairan indonesia dan 80.791 km garis pantai indonesia, semua itu merupakan kedaulatan negara yang harus kita semua pertahankan terlebih lagi dilihat secara geografis Indonesia negara strategis yang berada di persilangan benua Asia dan Australia, serta samudra Pasifik dan samudra Hindia, Kestrategisan wilayah ini tambahkan lagi dengan kekuatan ekonomi yang mana indonesia sebagai the global supply chain system dalam jalur perdagangan dunia. 

Seluruh pernyataan itu sesuai sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang Republik Indonesia No.43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara, Melalui seluruh keragaman dan kelebihan yang dimiliki oleh negara kita tercinta ini sudah seharusnya kita menjadi kuat dalam pengamanan wilayah kedaulatan ini, terkhususnya wilayah perairan yang menjadi lapisan terluar dari negara ini. Penguatan dari sisi militerisasi yang berada di naungan Kementrian Pertahanan serta didorong melalui diplomasi yang kuat sudah menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan itu semua.

Meskipun kita sudah lagi bukan di zamannya berperang serta mengangkat senjata dalam menegakan suatu kedaulatan, tetapi tindakan illegal fishing, illegal logging, dan illegal mining merupakan bentuk kolonialisme modern yang bahkan dalam bentuk ekstremnya bisa berupa pembajakan terhadap para nelayan indonesia yang sedang berlayar, oleh sebab itu semua maka peningkatan keamanan laut demi menjaga keamanan dan pertahanan negara melalui peningkatan berbagai sektor yang disongkong dengan diplomasi yang kuat oleh negara. 

Permasalahan Terkait Regulasi Keamanan Laut Indonesia

Keamanan maritim (maritime security) merupakan kombinasi tindakan pencegahan untuk melindungi wilayah perairan dari ancaman dan tindakan pelanggaran hukum yang ditujukan kepada aparat penegak hukum sipil dan militer, serta tindakan ilegal terhadap aktivitas pertahanan. Perwujudan dari keamanan laut pada hakikatnya adalah 2 prinsip dasar yaitu penegakan kedaulatan dan penegakan hukum yang dimiliki suatu negara berdasarkan instrumen penegaknya.  Keamanan laut sendiri sudah bukan persoalan pengendalian wilayah melalui kegiatan militer, tetapi pengelolaan serta penjagaan terhadap sumber daya alam yang dimiliki untuk kepentingan umum bangsa dan negara.

Kondisi mengenai keamanan laut Indonesia dirasa kurang optimal disebabkan oleh adanya fragmentasi aturan hukum dilautan, melalui dari lemahnya koordinasi antara aparat penegak hukum di laut, dan banyaknya instansi penegakan hukum di laut. Tinjauan ini didasari dari tersebarnya aturan melalui berbagai undang – undang di bidang kelautan yang memberikan kewenangan kepada beberapa kementerian dan lembaga untuk menegakan hukum di laut. Berdasarkan data yang didapatkan dari kementerian koordinator bidang politik, hukum dan keamanan (Kemenko Polhukam) saat ini berada 24 undang – undang yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga. Sebagai gambaran pada undang – undang No.6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia. Mempunyai ketimpang tindihan penjelasan dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Ketidakjelasan ini bisa dilihat dengan adanya penjelasan mengenai wilayah dan juga kewenangan kementerian dan instansi yang terlibat. 

Selanjutnya terdapat beberapa lembaga yang mempunyai keterkaitan mengenai menjaga keamanan serta keselamatan di lautan melalui kementerian dan lembaga, kondisi ini menjadikan ketidakoptimalan dari keamanan laut sebab setiap instansi mempunyai strategi, kebijakan, sarana prasarana, serta sumber daya manusia yang berbeda – beda. Apabila dijabarkan di wilayah lautan sendiri terdapat 16 K/L seperti TNI AL, Polri, Dirjen Hubla Kemendikbud dan lainya. Melalui keberagaman dan banyaknya K/L yang berwilayah di lautan ini maka diterapkan sistem Multi Agency Single Task yang mana seluruh K/L Menjalankan tugas dan wewenangnya dengan berkoordinasi satu sama lain perihal apa yang dilaksanakan. 

Melalui pengadaan sistem Multi Agency Single Task berdasarkan faktual yang terjadi masih adanya ketidakjelasan melalui fragmentasi penegakan hukum yang didasari ketersediaan sarana dan prasarana yang berbeda beda, sehingga optimalisasi kinerja yang dihasilkan berbeda – beda, selanjutnya adanya belum terintegrasi sistem informasi keamanan laut karena peranan teknologi dalam mencapai tujuan untuk efisiensi sangat diperlukan maka dari itu adanya fragmentasi penegak keamanan laut masih menjadi permasalah bagi keamanan kedaulatan negara khususnya di lautan. .

Rancangan Undang-Undang Keamanan Laut Sebagai Solusi

Adanya permasalahan mengenai keamanan bentuk diplomasi melalui kebijakan atau regulasi merupakan langkah awal yang mutakhir untuk menyelesaikan permasalahan ini sebab, bentuk regulasi yang tepat untuk mengendalikan substansi tersebut adalah undang-undang yang mengikat secara nasional dan memuat landasan filosofis, sosiologis, dan hukum yang sesuai dengan pertimbangan geopolitik dan kebutuhan hukum Indonesia selain itu, muatannya harus diatur oleh undang-undang maritim khusus. 

Lantas beberapa sistem mengenai konseptual bekerja dari para instansi seharusnya dapat dibenahi melalui penerapan single agency multi tasking, melalui penyelarasan suara untuk menjalankan beberapa tugas merupakan jalan yang efektif, sebab Keberadaan leading sector melalui satu kesatuan komando diperlukan agar penegakan hukum di laut berjalan dengan efektif dan efisien. Saat ini, masing-masing K/L menjalankan tugasnya secara atributif sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Keberadaan leading sector diharapkan akan sanggup memberikan garis kewenangan yang jelas di setiap K/L. sehingga akan tercipta perubahan dari unity of effort menjadi unity of command dengan adanya satu badan tunggal yang menaungi seluruh keberagaman ini dirasa menjadi kekuatan yang powerfull. 

Tahapan yang bisa menjadi opsi selanjutnya ialah Sinkronisasi sistem informasi keamanan laut nasional melalui National Maritime Security Information Center (NMIC). Adanya kesamaan informasi mengenai keamanan kelautan membuat K/L dapat bergerak sesuai melalui keseragaman. Manajemen dan pemerataan sarana prasarana akan menimbulkan sistem mengenai maintenance alutsista yang dimiliki K/L, serta akan adanya sistem keselamatan melalui Maritime SAR sebagai upaya penanggulangan dalam menghadapi segala bentuk kecelakaan dan hal kesehatan yang berpotensi terjadi dengan ditunjang monitoring alat pendukungnya melalui Traffic Monitoring sebagai bentuk penjagaan sarana dan prasarana dan juga penjagaan terhadap para nelayan melalui patroli khusus untuk mencegah terjadinya pembajakan dan pengamatan terhadap dampak lingkungan yang terjadi juga menjadi upaya yang dapat dilakukan dalam menjaga keamanan lautan. 

Melalui pembahasan ini kita lebih memahami bahwasanya ancaman dari keamanan laut bukan hanya persoalan militerisasi tetapi, perdagangan ilegal hingga pencemaran lingkungan yang terjadi merupakan ancaman terhadap kedaulatan yang ada sehingga, sistem mengenai penanganan keamanan laut perlu optimal demi menjaga kestrategisan wilayah yang ada, sebab indonesia berada di wilayah yang strategis sekaligus terancam melalui geografis, oleh karena itu optimalisasi geopolitik dan pembenahan internalisasi melalui Rancangan Undang – Undang untuk terwujudnya keamanan Indonesia yang lebih masif.

#MCPRDailyNews

Leave a Reply