Oleh: Fadilla Nur Azizah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan total luas wilayah mencapai 5,8 juta km2. Lebih dari 13.000 pulau diantaranya termasuk dalam kategori Pulau-Pulau Kecil (PPK). Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi ancaman serius dari akibat perubahan iklim yang sedang berlangsung. Kondisi rentan ini dapat menyebabkan pulau-pulau tenggelam akibat dari perubahan iklim yang membuat naiknya permukaan air laut. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengimplementasikan tindakan tanggapannya untuk melindungi warganya. Langkah ini akan lebih efektif melalui regulasi yang mengikat, mencerminkan komitmen positif Indonesia yang tercermin dalam ratifikasi perjanjian hukum internasional seperti Paris Agreement.
Paris Agreement adalah kelanjutan dan kelanjutan dan perbaikan dari Protokol Kyoto dalam menangani perubahan iklim. Kesepakatan tersebut bertujuan untuk mengendalikan kenaikan suhu global agar tetap di bawah 2 derajat celcius dan menekankan untuk membatasi kenaikan suhu sampai dengan 1,5 derajat celcius. Pada tanggal 24 Oktober 2016, Indonesia mengesahkan Kesepakatan Paris melalui pengundangan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Persetujuan atas Kesepakatan Paris pada Kerangka Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim. Setelah meratifikasi Paris Agreement, Indonesia telah memastikan komitmennya melalui Nationally Determined Contribution (NDC) yang menetapkan seberapa besar kontribusi Indonesia. Dalam NDC ini, Indonesia mengusung tujuan untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 26% tanpa bantuan, dan merencanakan penurunan sebanyak 41% dengan bantuan dari negara-negara maju.
Namun, Indonesia sendiri termasuk sebagai negara keempat dengan populasi terbesar di dunia, memiliki permintaan energi yang tinggi untuk aktivitas masyarakat. Permintaan ini mendorong produksi lebih banyak energi yang tinggi untuk aktivitas masyarakat. Permintaan ini mendorong produksi lebih banyak energi yang sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Hal tersebut menyebabkan Indonesia masih sangat tergantung pada energi berpolusi, yang menjadikan sektor energi sebagai penyumbang utama emisi gas di negara. Ketergantungan pada energi seperti bahan bakar minyak (BBM) masih dominan, digunakan dalam berbagai sektor seperti transportasi, industri, dan rumah tangga.
Indonesia memproyeksikan pencapaian emisi bersih pada 2060 karena masih mengandalkan batu bara dan energi tidak ramah lingkungan lainnya. Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan minimal 23% energi terbarukan pada bauran energi utama tahun 2025 dan mengurangi penggunaan minyak bumi di bawah 25% pada 2050. Namun, pergeseran menuju energi bersih masih menghadapi hambatan. Dilihat dari hal tersebut, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih realistis dalam melaksanakan komitmennya terhadap Paris Agreement. Maka dari itu, komitmen yang diumumkan harus berdasarkan rencana yang dapat dijalankan secara efektif untuk menghindari kegagalan dalam implementasi. Indonesia juga harus secara cermat menganalisis dampak dari setiap kebijakan terhadap komitmennya terhadap Kesepakatan Paris.