Implementasi Hukum Dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir : Pengelolaan Wilayah Secara Terpadu

Oleh: Muhammad Khairan Saptari

Wilayah pesisir merupakan wilayah dimana terjadinya interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Lebih lanjut, pada umumnya wilayah pesisir memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat banyak. Pengelolaan sumber daya alam di Indonesia sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 ayat 3. Pemanfaatan sumber daya alam tersebut bertujuan untuk kemampuan rakyat, akan tetapi dalam prosesnya diperlukan perhatian terhadap kelestarian dan fungsi lingkungan hidupnya. Bila tidak, sumber daya alam tidak akan terkelola dengan baik dan akan rusak. Alasan mengapa sumber daya alam perlu dikelola dengan baik adalah karena peran sumber daya alam sebagai penopang sistem kehidupan makhluk hidup dan untuk modal pertumbuhan ekonomi. Dengan melimpahnya sumber daya alam di Indonesia akan sangat disayangkan apabila tidak dikelola dengan baik.

Meskipun pengelolaan sumber daya alam sudah diatur pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, tetapi pada kenyataannya tingkat kesejahteraan masyarakat lokal pesisir sangatlah rendah. Penyebab kesejahteraan masyarakat lokal pesisir yang rendah dapat disebabkan karena banyaknya hak-hak wilayah yang diabaikan dan kepentingan penduduk lokal yang diambil oleh penguasa. Mengingat mayoritas masyarakat pesisir berprofesi sebagai nelayan sudah semestinya pemberdayaan nelayan mesti dilakukan secara komprehensif.

Kehidupan para nelayan Indonesia terbilang belum sejahtera, hal ini disebabkan nelayan memiliki pendapatan yang rendah. Lebih lanjut, hal ini diperparah kembali dengan mekanisme pasar yang dikuasai oleh rentenir di komunitas nelayan, sehingga hal inilah yang menjadi permasalahan krusial pada masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Tidak hanya itu, kualitas sumber daya manusia, kurangnya informasi mengenai teknologi terbarukan, dan keterbatasan kemampuan modal usaha menjadi faktor-faktor sulitnya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan di Indonesia.

Pemanfaatan Sumber Daya Alam Wilayah Pesisir

Pada umumnya potensi sumber daya yang ada di wilayah peisisr dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat pesisir. Pada umumnya yang memanfaatkan sumber daya pesisir adalah nelayan. Nelayan daerah pesisir dapat memanfaatkan kekayaan laut seperti, rumput laut, ikan, terumbu karang dan sumber daya lain untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya. Akan tetapi pemanfaatan tersebut terbatas hanya pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup, sedangkan pemanfaatan potensi wilayah pesisir secara meluas dan dapat mendapatkan keuntungan ekonomis untuk rangka peningkatan pertumbuhan aspek ekonomi masyarakat pesisir belum banyak dilakukan di Indonesia. 

Pemanfaatan potensi daerah pesisir tidak hanya dilakukan oleh nelayan saja, tetapi oleh Pemerintahan Daerah juga. Pemerintahan Daerah perlu berupaya dalam pemanfaatan potensi daerah pesisir agar dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintahan Daerah memanfaatkan potensi daerah pesisir agar dapat meningkatkan pertumbuhan dan perokonomian masyarakat yang ada di daerah tersebut. Meskipun sudah terdapatnya kewenangan daerah untuk memanfaatkan potensi daerah pesisir, tetapi belum semua Kabupaten dan Kota yang ada di Indonesia sudah memanfaatkan potensi daerah pesisir.

Dengan banyaknya potensi sumber daya alam daerah pesisir yang sangat berlimpah membuat semua pihak ingin mengelola sumber daya tersebut. Oleh karena itu, diperlukannya persoalan hukum untuk mengatur permasalahan ini. Hal ini agar tidak adanya pihak yang memanfaatkan sumber daya pesisir secara semena-mena.

Implementasi Hukum Pada Daerah Pesisir

Dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang (UU) No.31 Tahun 2004 tentang perikanan telah disebutkan bahwa negara melalui regulasi mengenai perikanan harus memberikan batasan yang mensyaratkan penangkapan ikan menyangkut alat, metode serta praktik penangkapan ikan. Adanya UU ini dimaksudkan agar negara dapat mencapai tujuannya untuk pengelolaan sumber daya perikanan. Selain itu, regulasi mengenai alat tangkap ikan sudah diatur dalam Pasal 7 ayat 1 butir f UU No. 45 Tahun 2009, dimana agar mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan ditetapkan ukuran alat penangkapan, ukuran mata jaring, dan desain alat penangkapan. Akan tetapi, kehidupan nelayan daerah pesisir masih didominasi dengan alat tangkap tradisional yang tidak ramah lingkungan seperti, jaring arad yang sering digunakan pada perairan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Rembang, Kendal, Jepara, Batang, Tegal, Pati, Demak, Kebumen, dan Cilacap.

Undang-Undang tersebut sebenarnya bertujuan untuk memaksimalkan potensi sumber daya daerah pesisir. Selain itu, implementasi hukum pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu ini sudah memiliki regulasi lainnya untuk kesejahteraan nelayan daerah pesisir. Regulasi yang dimaksudkan adalah UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah, dan regulasi-regulasi lainnya. 

Regulasi-regulasi yang sudah disebutkan tersebut berguna untuk pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan. Namun, terdapat faktor lain yang menghambat Indonesia dalam pengelolaan sumber daya pesisir berbasis pengelolaan wilayah secara terpadu yaitu, sumber daya manusia. Kurangnya kesadaran nelayan-nelayan terhadap alat tangkap tradisional yang dapat merusak lingkungan, karena apabila alat-alat ini masih dipakai potensi sumber daya alam daerah pesisir akan terbuang secara sia-sia. Selain itu, diperlukannya sarana dan prasarana yang baik untuk menunjang aktivitas-aktivitas dari nelayan-nelayan Indonesia agar membantu nelayan untuk memaksimalkan hasil tangkapan mereka.

#MCPRDailyNews

Leave a Reply