Oleh : Alfianu Adhi Riztiawan
Saat ini, pemerintah Indonesia tengah berupaya menerapkan prinsip ekonomi biru dalam setiap proyek pembangunan yang berlokasi di wilayah pesisir dan laut. Prinsip tersebut dianggap sebagai prinsip yang paling ideal dan optimal oleh pemerintah.
Dengan penerapan konsep ekonomi biru, diharapkan pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam di laut dan pesisir dapat dilakukan secara seimbang antara kebutuhan ekonomi dan ekologi. Pernyataan tersebut telah dikampanyekan secara berulang oleh semua institusi dan pejabat pemerintah, termasuk oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, yang merupakan inisiator dari pembangunan berbasis ekonomi biru di wilayah pesisir dan laut.
Dengan menerapkan prinsip ekonomi biru, Menteri Kelautan dan Perikanan berjanji bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir akan merasakan banyak manfaat, sehingga dapat meningkatkan perekonomian mereka dan mencapai taraf kehidupan yang sejahtera, yang menjadi impian banyak orang.
Meskipun demikian, prinsip ekonomi biru belum sepenuhnya diterapkan di Indonesia, dan telah menerima banyak kritik dan penilaian yang dianggap tidak tepat. Jika tidak segera diperbaiki, situasi tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan. Pengungkapan tersebut berasal dari sebuah analisis yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, bersama dengan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan Pusat Studi Agraria. Analisis tersebut berfokus pada kebijakan yang telah dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait ekonomi biru.
Berdasarkan analisis tersebut, ekonomi biru merupakan konsep ekonomi yang memiliki tujuan untuk membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan prinsip-prinsip alami dan lokal. Konsep ini lebih canggih dibandingkan ekonomi hijau karena lebih fokus pada keberlanjutan lingkungan dan bertujuan untuk melakukan transformasi sistem ekonomi secara menyeluruh. Konsep ekonomi biru juga mencakup nilai-nilai spiritual dan filosofis yang menghargai lingkungan dan bumi, serta memperkuat subjek dan perekonomian lokal melalui pengelolaan sumber daya alam secara cerdas dan berkelanjutan.
Untuk berhasil menerapkan konsep Ekonomi Biru yang adil dan berkelanjutan, partisipasi organik subjek seperti nelayan kecil, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, masyarakat adat, dan perempuan nelayan sangat penting. Mereka diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Namun, implementasi konsep ini membutuhkan ekosistem regulasi dan kebijakan yang mendukung, karena sejauh ini kebijakan yang ada masih terbatas pada pertumbuhan biru atau “Blue Growth” yang hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan semacam ini berisiko terkena praktik “Blue Grabbing” yang merampas sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Untuk mewujudkan konsep Ekonomi Biru yang sebenarnya, diperlukan kebijakan yang konsekuen dalam melaksanakan Pasal 33 UUD 1945, yang memberikan prioritas pada pemerataan dan kemakmuran bagi rakyat serta menerapkan prinsip dasar ekonomi sirkuler.
Untuk mewujudkan konsep Ekonomi Biru perlu beberapa hal yang memang perlu diimplementasikan supaya dapat memberikan manfaat yang optimal bagi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Terlebih pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi dan kebijakan yang dibuat untuk menerapkan prinsip ekonomi biru dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar, selain itu juga partisipasi dari nelayan kecil, masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, serta masyarakat adat dan perempuan nelayan harus ditingkatkan dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berbasis ekonomi biru, hingga nantinya secara teratur dapat dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prinsip ekonomi biru yang telah dijalankan, dan melakukan penyesuaian jika ditemukan kekurangan ataupun masalah.
#MCPRDailyNews