Oleh : Nabilla Azka Putri
Setelah Tiongkok hadir sebagai pengendali tuas kekuatan ekonomi di abad ke-21, Amerika Serikat (AS) telah mengalihkan haluan fokus kebijakan luar negerinya dari Timur Tengah ke Indo-Pasifik agar ekspansi pengaruh ekonomi dan militer Tiongkok tidak terjadi begitu pesat. Hadirnya AS di kawasan ASEAN telah memberikan percabangan pengaruh di bidang militer, politik, dan ekonomi sebagai wujud rivalitasnya pada Tiongkok. Kondisi inilah yang pada akhirnya menempatkan ASEAN Member States (AMS) atau negara-negara di kawasan ASEAN, berada pada posisi dilematis dan terjepit diantara kekuatan dua kubu yang berbeda. Opsi untuk melepaskan diri dari pengaruh salah satu kubu nampaknya hampir mustahil. Mengingat bagaimana besarnya pengaruh dukungan sektor ekonomi yang Tiongkok berikan dan bagaimana tingginya jaminan sektor keamanan yang disokong AS, peluang ketersediaan ruang gerak AMS untuk sekedar memihak pada salah satu kubu pun nyaris nihil. Terlebih, dampak baik yang didapatkan ASEAN dari pengaruh AS dan Tiongkok sebagai investor tidak perlu lagi diragukan bukti nyatanya. Dengan total populasi mencapai 661.8 juta dan total PDB gabungan sebesar US$3.0 triliun pada tahun 2020, ASEAN telah berhasil menjadi kawasan urutan kelima teratas dalam sektor ekonomi dan pasar konsumen dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Citra tentang keselarasan pengaruh ekonomi antara AS-Tiongkok bagi AMS kian diperkuat setelah kedua kubu secara harmonis menjalankan peran mereka masing-masing selaku donor vaksin COVID-19 terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun, pada akhirnya AMS tetap dihadapkan pada kondisi yang mengharuskan mereka untuk memihak salah satu kubu bila sudah menyangkut tentang kepentingan politik dan keamanan nasional.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Tiongkok
KTT khusus ASEAN-Tiongkok diselenggarakan secara virtual pada tanggal 22 November 2021 dan dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ASEAN serta sembilan pemimpin ASEAN, dengan Presiden Xi Jinping sebagai Ketua. Melalui KTT ini, ASEAN-Tiongkok secara resmi mengumumkan tentang pembangunan sebuah kemitraan dengan kinerja strategis serta komprehensif dalam hal substantif dan perolehan keuntungan sebagai tonggak baru dalam sejarah hubungan kedua belah pihak. Kemitraan yang diperkuat ini diharapkan dapat merangkap menjadi penyokong dorongan baru untuk mencapai visi perdamaian, stabilitas, kemakmuran, dan pembangunan daerah yang lebih optimal. Lebih lanjut lagi, KTT ini juga dimanfaatkan oleh Tiongkok sebagai momentumnya mendeklarasikan janji atas pemberian bantuan dana bagi seluruh AMS senilai US$1,5 miliar untuk 3 tahun ke depan dalam rangka pemulihan ekonomi, rehabilitasi dampak merugikan pandemi COVID-19, kerjasama maritim dan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-AS
KTT khusus ASEAN-AS diselenggarakan pada tanggal 12-13 Mei 2022 dan dihadiri oleh para pemimpin ASEAN, dengan Presiden Joe Biden sebagai tuan rumah. Melalui KTT ini, AMS dan AS mengutarakan komitmen mereka dalam upaya penggandaan solusi perdamaian dan kebebasan konflik bagi Negara Myanmar. Dalam hal ini, AMS dan AS mengumumkan pembangunan sebuah kemitraan dengan kinerja strategis serta komprehensif dalam hal substantif dan perolehan keuntungan. Lebih lanjut lagi, ekosistem baru dalam koneksi ASEAN-AS pun secara resmi akan dimulai setelah Presiden Biden secara resmi mengumumkan tentang pencalonan duta besar ASEAN baru yang posisinya sudah kosong sejak Tahun 2017. Lebih lanjut lagi, KTT ASEAN-AS dimanfaatkan momentumnya oleh AS untuk mendeklarasikan komitmen mereka dalam memberikan $150 juta kepada ASEAN sebagai dana penumpasan terhadap masalah terkait infrastruktur, keamanan, energi bersih, dan kebangkitan pasca pandemi.
Bila dilakukan komparasi antara metode pendekatan AS dan Tiongkok terhadap ASEAN dalam rivalitas mereka, dapat kita simpulkan bahwa keterlibatan AS lebih dominan hadir bagi sistem aliansi berbasis perjanjian yang didorong oleh ancaman dan berpusat pada sektor keamanan. Sedangkan, kemitraan yang dibangun oleh Tiongkok lebih dominan dalam menghidupkan pembinaan hubungan politik dan peningkatan kerja sama di sektor ekonomi. Saat muncul tanya tentang kubu mana yang lebih unggul dari metode pendekatan yang dilakukannya, jawaban yang dapat dengan luas diutarakan untuk saat ini adalah Tiongkok. Hal ini sehubungan dengan dampak dari kemitraan ekonomi Tiongkok yang lebih kuat dalam menempatkan posisi terbaik ASEAN di mata dunia bila dibandingkan dengan aliansi militer sokongan AS. Meskipun, pada akhirnya kekuatan ekonomi yang Tiongkok miliki belum merepresentasikan keberhasilan negeri tirai bambu itu secara total. Hal ini terjadi sehubungan dengan masih tingginya probabilitas konflik yang Tiongkok sebabkan dengan beberapa negara ASEAN hingga mengganggu kestabilan keamanan di negara mereka, khususnya terkait isu Laut China Selatan. Beberapa negara penuntut di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Brunei, Filipina dan Vietnam, masih belum siap untuk menempatkan pilihan kenegaraan mereka secara menyeluruh di ‘keranjang’ Tiongkok. Keputusan ini diperkuat dengan tindakan negara-negara penuntut tersebut yang masih memilih untuk menggantungkan jaminan keamanan mereka pada AS. Kondisi inilah yang memantik paradigma bahwa sentralitas ASEAN perlu diperkuat dalam menghadapi tarik ulur konstelasi kekuatan berskala besar. Alih-alih memilih salah satu kekuatan antara AS atau Tiongkok, ASEAN dapat menerapkan strategi lindung nilai untuk merangkul keduanya dan tetap mengoptimalkan upaya perolehan manfaat sebanyak mungkin bagi ASEAN.
#MCPRDailyNews